Ali Sadikin: Pembaharu Ibu Kota yang Kontroversial dan Gelombang Radio Petisi 50
Letjen (Marinir) Ali Sadikin masuk kabinet Bung Karno sebagai Menko Maritim. Tak lama selaku Menko, tahun 1966 dilantik sebagai Gubernur DKI Jakarta menggantikan Henk Ngantung.
Pilihan kepada Ali Sadikin hasil kajian tim yang dibentuk Presiden Sukarno di bawah pimpinan Dr J Leimena. Tim Leimena memilih Ali Sadikin sebagai calon Gubernur DKI dan Bung Karno setuju. Di masa Orba pun kepemimpinan Ali Sadikin berlanjut.
Ali Sadikin memulai tugas dengan gelar proyek yang disebut Proyak MHT: Muhamad Husni Thamrin yang di dalamnya termasuk 'Kampong Verbatering', perbaikan kampung. Dana berasal dari IGGI yang perwakilannya di sini bernama, J Pronk.
Jalan-jalan kampung dilebarkan dan dicor. Solokan diperbaiki sehingga air tak menggenang. Nama Ali Sadikin mulai berkibar dan orang sebut beliau Bang Ali.
Kala itu ekonomi Orde Baru belum bangkit, Ali Sadikin pun nekads melegalisasi judi. Protes muncul, dan Ali Sadikin mengindahkan protes masyarakat.
Pada era Ali Sadikin terlaksana pembangunan Masjid Sunda Kalapa yang kini menjadi ikon kawasan Menteng.
Jakarta Fair juga dibangun sehingga menjadi taman hiburan. Taman Ismail Marzuki menjadi tempat seniman berkiprah. Kebun Binatang dipindah ke Ragunan. Proyek-proyek Ali Sadikin banyak yang berorientasi kerakyatan.
Pemilu 1977 di Jakarta dimenangkan PPP. Banyak orang yakin kemenangan PPP ini meniadi sebab berakhirnya karir Bang Ali dan ia diganti oleh Tjokropranolo. Sebenarnya pada pemilu tersebut PPP menang di tiga daerah pemilihan: Jakarta, Aceh, dan Kalimantan Selatan.
Saya tidak yakin pergantian Bang Ali sebagai Gubernur Jakarta oleh sebab PPP menang di Jakarta. Bang Ali menjabat Gubernur sejak 1966, jadi lebih dari 10 tahun.
Selaku Gubernur Bang Ali banyak membantu sukesnya pembangunan TMII yang diprakarsai Ibu Tien Suharto.
Menjelang pemilu 1982 Bang Ali bersama politik senior dan yang muda-muda membentuk Petisi 50 yang diawali dengan mengeluarkan petisi yang mengkritik pemerintah. Kelompok petisi cukup membuat khawatir pemerintah.
Mohammad Natsir pun ikut Petisi 50. Ketika saya tanyakan ini pada Pak Natsir, beliau menjawab sambil tangannya bergerak seperti lagi stel radio, "bertemu gelombang, saudara".
*** Penulis: Ridwan Saidi, Politisi Senior, Budayawan Betawi, dan Sejarawan.