Bedug Lebaran, Bukan Bedug China
Bedug itu peradaban Melayu. Be: pembentuk kata benda, dug: onomotope, atau tiruan bunyi.
Kalau bedug China dipantek kulitnya ke kayu tabung, beduk Melayu melekatkan kulit ke kayu tabung dengan kohkol: Diikat rotan dan diganjal kayu dalam potongan ukuran ulekan. Untuk kencangkan bedug kayu kohkol yang diketok.
Bedug ada sejak adanya surau, atau langgar. Diperkirakan sejak X M merujuk kitab Masa'il a.l tentang pengajaran sembayang yang ditulis Layt Abu Nashr yang wafat tahun 983 M di Jakarta.
Bedug dipukul mendahului azan. Itu jaman belum ada Toa, kalau memanggil jamaah dengan suara azan saja tak menjangkau jamaah sekampung. Karena itu dibantu bedug. Aturan memukul bedug:
1. Subuh, bedug dipukul berkali-kali dengan tempo yang panjang. Di dahului dengan memukul pinggiran bedug: ték (solo) ték-ték (double) ték (solo) Hal ini juga dilakukan setiap waktu shalat.
2. Zuhur, bedug dipukul pendek: tèk ték-ték ték. Tempo pukulan sebanyak empat kali: dug -- dug -- dug-dug (double)
3. Ashar sana dengan zuhur
4. Maghrib panjang pukulan 50% dari subuh
5. Isya sama dengan zuhur dan ashar
Sembahyang Jum'at pukulan bedug sama dengan isya, ashar, dan zuhur.
Bedug lebaran dipukul bergantian. Dua jenis pukulan bedug lebaran:
1. Pukulan biasa yang monoton, tempo maksimal 10 menit.
2. Pukulan koték bervariasi antara bedug dan pinggiran yang dipukul. Ini lebih meletihkan. Kemampuan si pemukul pukulan koték maksimal 7 menit.
Khobar kematian juga disampaikan dengan pukulan bedug model bedug magrib. Waktunya kapan saja tergantung saat khobar duka tiba di merbot (ta'mir/pengurus).
Pemakaian bedug makin lama making berkurang seiring kemajuan teknologi.
Akhirnya saya ucapkan selamat lebaran Idul Fitri maaf lahir batin.
*** Penulis: Ridwan Saidi, politisi senior, sejarawan, dan budayawan Betawi.