Budaya

Hidup Adalah Keniscayaan:'Doa Untuk Snouck Hurgronye'

Snouck Hurgronje (depan) bersama para diplomat Saudi Arabia. Terlihat dia sudah mulai menuai dan diperkirakan foto ini pada dekade kedua tahun 1900-an.
Snouck Hurgronje (depan) bersama para diplomat Saudi Arabia. Terlihat dia sudah mulai menuai dan diperkirakan foto ini pada dekade kedua tahun 1900-an.

Oleh: Achmad Charris Zubair, Mantan Dosen Filsfafat UGM tinggl di Kotagede Yogyakarta.

Sebagai manusia, kita tidak bisa memilih akan lahir dari orang tua siapa, dari keturunan ras bangsa apa, diwaktu kapan dan di mana. Sampai saat kematian menjemput kita keniscayaan atau takdir itu tak terbantahkan yang menunjukkan betapa lemahnya manusia.

Di buku Mitsuo Nakamura 2017 "Bulan Sabit Terbit di atas Pohon Beringin" Penerbit Suara Muhammadiyah Yogyakarta hal 104 tertulis kesaksian Nakamura ketika Abdul Kahar Muzakkir dalam pertemuan keluarga Bani Mukmin 23 November 1970, memimpin doa untuk orang tua yang sudah wafat dan menyebut doa tersebut juga ditujukan untuk Snouck Hurgronye.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Dari garis ayah, saya adalah keponakan tokoh besar Islam Indonesia dan Pahlawan Nasional Abdul Kahar Muzakkir. Beliau sepupu sekaligus adik ipar ayah saya.

Dari garis ibu, saya adalah kemenakan (dari pernikahan kerabat) Snouck Hurgronye seorang yang dalam catatan sejarah adalah biang keladi penjajah Belanda untuk melemahkan Islam di Indonesia.

Tulisan Mitsuo Nakamura 2017
Tulisan Mitsuo Nakamura 2017 "Bulan Sabit Terbit di atas Pohon Beringin" Penerbit Suara Muhammadiyah Yogyakarta hal 104 tentang Doa Untuk Snouck Hurgronye

Tentu ini adalah keniscayaan yang tidak bisa digugat ke Allah. Justru menunjukkan betapa lemahnya manusia. Agar tidak sombong atas nashab, tidak rendah diri atau menyesali garis keturunan. Bagaimanapun tugas kemanusiaan kita adalah menggapai derajat spiritual tertinggi di sisi Allah yakni ketaqwaannya.

Yang mungkin bisa menjadi catatan tambahan, mengapa ada peristiwa, seorang muslim yang ikut merancang dan menyusun Piagam Jakarta yang dengan beberapa perubahan menjadi Pembukaan UUD NKRI, dan kelak diangkat sebagai pahlawan nasional. Justru meminta agar keluarganya juga ikut mendoakan seorang yang selama ini distigmakan sebagai "musuh" Islam di Indonesia khususnya.

Disinilah kesaksian Mitsuo Nakamura menjadi sangat penting.

Saya sekarang adalah Ketua atau Kepala Keluarga Bani Mukmin yang diceritakan di buku Nakamura di atas, hanya bisa merenung dan tiba tiba menitikkan air mata. Terasa basah di pipi.

Betapa lemahnya manusia.