Mengenang Becak: Dari Eksis Bersaing dengan Trem Sampai Menghilang Jadi Rumpon

Sejarah  
Razia becak di Jakarta Barat. Foto: The Jakarta Post, Januari 1986.
Razia becak di Jakarta Barat. Foto: The Jakarta Post, Januari 1986.

Tahun 1920 becak sudah muncul di daerah Jawa. Tak jelas apa sebenarnya arti kata becak.

Pertama muncul, spare part becak banyak yang dari kayu. Tahun 1950-an bentuk becak sudah sangat menarik. Banyak ragam hias di body becak dan jok. Yang umum gambar panorama desa: gunung, sawah, dan pohon kelapa. Di samping itu bulu ayam yang tersusun jadi kemocéng (alat pembersih) ikut menghias becak.

Populasi becak meningkat tahun 1950-an, walau muncul bemo, sebagai bentuk pampasan perang Jepang, kedudukan becak tak goyah.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Bahkan walikota Jakarta Sudiro untuk mengurangi kepadatan lalin lebih suka hapuskan trem dari pada becak.

Memasuki Demokrasi Terpimpin dilakukan penertiban becak dengan rayonisasi. Becak dilarang lintas rayon yang telah ditentukan. Identitas rayon diciri dengan warna becak. Becak pelanggar rayon dikempesi ban-nya dengan cara cabut pentil oleh petugas. Kang becak dapat akal, pentil becak diolesi tinja. Petugas akhirnya pikir ulang kalau mau cabut pentil, sebab sudah banyak petugas yang kena pentil bertinja

Lama-lama ketentuan rayonisasi tak dijalankan tanpa pengumuman.

Tukang becak, juga penumpang, lebih suka naik becak open kap. Buat tukang becak, kalau tutup kap kontrol mereka saat mengemudi terganggu. Buat kebanyakan penumpang open kap asyik, bisa melihat dan dilihat. Hanya kalau hujan kap ditutup.

Orba yang selesaikan becak pasca periode Gub Ali Sadikin. Mula-mula yang dilakukan membuang becak ke laut bila melanggar lalin. Buat apa becak dibuang ke laut? Publik bertanya, dan pejabat daerah menjawab, buat bermain ikan (rumpon).

Becak akhirnya dilarang sama sekali. Becak-becak diangkut tidak lagi dibuang ke laut, tapi entah dibawa ke mana.

Sebaris lyric lagu 1950-an:

Becak-becak coba bawa saya.

Diganti menjadi:

Becak-becak coba saya bawa.

**** Penulis: Ridwan Saidi, politisi senior, sejarawan, dan budayawan Betawi.

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image