The Pope at War: Mengapa Vatikan Membisu Saat Holocaust Berlangsung?

Sejarah  

Ketakutan akan Ateisme

Kertzer menggunakan jutaan dokumen yang baru-baru ini dirilis dari arsip Vatikan, serta arsip Italia, Prancis, Jerman, AS, dan Inggris, untuk menyusun sejarah Perang Dunia II melalui prisma kepausan Pius XII, jaringan Axis, dan negara-negar sekutu.

“Jumlah materi dalam arsip tentang pencarian catatan pembaptisan orang Yahudi yang dapat menyelamatkan mereka benar-benar menakjubkan,” kata Kertzer dalam wawancara telepon sebelum peluncuran buku.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Buku setebal 484 halaman, dan hampir 100 halaman catatan akhir menggambarkan bagaimana seorang paus pemalu yang tidak didorong anti-semitisme — melainkan keyakinan bahwa netralitas Vatikan adalah satu-satunya cara terbaik melindungi kepentingan Gereja Katolik — mengamuk.

Kertzer, profesor antropologi dan studi Italia di Brown University, mengatakan motivasi utama Paus Pius XII adalah rasa takut. Lebih jelasnya, ketakutan terhadap gereja dan umat Katolik di wilayah yang diduduki Jerman jika — seperti yang diyakini sampai kematiannya — Axis memenangkan perang.

Ketakutan lainnya adalah komunisme menyebar ke sekujur Eropa jika Axis kalah. Axis Power, atau Kekuatan Poros, adalah Jerman, Italia dan Jepang.

Untuk meredakan ketakutan itu, tulis Kertzer, Paus Pius XII memetakan jalan sangat hati-hati untuk menghindari konflik dengan Nazi. Perintah langsung Paus Piux XII ditujukan kepada L’Osservatore Romano, surat kabar Vatikan, untuk tidak menulis kekejaman Jerman dan memastikan kerjasama mulus dengan diktator fasis Benito Mussolini di halaman belakang Vatikan.

Artinya, Paus Pius XII tidak pernah mengatakan sepatah kapa pun di depan umum, atau secara eksplisit, mengecam pembantaian yang dilakukan SS. Bahkan, Vatikan tak bersuara ketika orang-orang Yahudi di luar tembok Vatikan — seperti terjadi pada 16 Oktober 1943 — dan dimasukan ke dalam kereta menuju kamp konsentrasi Auschwitz.

Kertzer menyimpulkan Pius XII bukanlah ‘Paus Hitler’, tapi juga bukan orang Yahudi yang ditentang pendukungnya.

Maria Stone, profesor humaniora di American Academy of Rome, mengatakan buku ini mengambil posisi di antara dua kutub interpretasi sejarah sebelumnya.

“Sebelumnya, pilihannya adalah Pius XII adalah Paus Hitler, atau sangat bersimpati kepada Nazi dan bersemangat untuk kemenangan Nazi-Fasis, terobsesi dengan kekalahan Uni Soviet dengan segala cara, dan antisemit yang berdedikasi,” kata Stone.

Posisi historiografi lainnya menyatakan Pius XII melakukan segala daya untuk membantu mereka yang menderita di bawah penindasan Nazi dan Fasis, dan hanya dibatasi oleh keadaan.

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image