Ingat Krisis Pangan, Ingat Impor Beras di Saat Panen Raya?
Indonesia rawan pangan? Kalau soal ini ditanyakan kepada petani yang punya pendidikan lumayan, jelas akan ngakak. Apalagi kalau Presiden Jokowi hari-hari terakhir ini sibuk bicara ancaman krisis pangan.
''Yang benar aja. Kami tahu kok selama ini impor beras terus dilakukan meski pun sedang panen raya. Akibatnya, harga gabah pada panenan lalu sangat murah. Petani disuruh berkorban saja. Kalau gandum mungkin ya, tapi kalau beras tidaklah. Stok kita melimpah ruah apalagi ditambah dengan beras impor. Buktinya harga gabah tetap saja murah,'' kata seorang petani di pesisir selatan Jawa dengan getir.
Dia lalu mengatakan, ongkos menaman padi di sawah dengan hasil panenan sudah tidak berimbang. Petani hanya merasa aman karena punya beras saja. Sedangkan untuk mencukupi kebutuhan lain, misalnya beli handphone untuk sekolah anak hingga membayar cicilan sepeda motor, mereka harus kerja serabutan yang lain atau mendapapkaan uang dari dana gelontoran bantuan langsung tunai.
Menurutnya, jadi kalau sekarang ada klaim bahwa akan ada krisis pangan ke depan, itu makin tak masuk akal sebab selama ini sektor pertanian tak diurus. Irigasi semenjak zaman Pak Harto sudah makin terbengkalai. Petani seperti anak ayam mati dilumbung. Para buruh tani yang kini berada di sektor ini 'nyaris' hidup paling miskin. Mereka hanya menggantungkan hidup dari bantuan tunai berupa ini-itu seperti di atas tadi. Kalau sejahtera dan makmur sudah tak mungkin!
Dalam teori, seperti ditulis Greg Soetomo dalam buku 'kekalahan Kaum Petani', sudah sangat gamblang dinyatakan petani adalah sektor pekerjaan yang paling papa dan renta. Mereka dikalahkan sekaligus oleh tiga hal: politik, hukum, dan alam. Ini sudah terjadi di sepanjang zaman.
Saat ini misalnya riuh soal petani milenial. Tapi ternyata yang digaungkan kepada generasi muda sehari-hari bukan menjadi petani. Tapi mereka dipacu ke arah teknologi IT. Anggapan ini lucu, sebab memang bisa menaman padi pakai IT atau di media sosial?
Usia rata-rata petani jelas semakin renta. Hanya sekedar menjadi operator traktor sawah misalnya jarang sekali ada yang berusia muda, apalagi kaum milenial. Ini belum lagi mencari tenaga muda menanam padi di sawah yang lazimnya dilakukan kaum perempuan. Para penanandur benih padi di sawah semuanya tak muda lagi. Dan ini pun mulai kesulitan mencari pekerjanya. Anak muda perempuan generasi milenial pasti takut kulitnya gosong dan pecah karena terbakar terik matahari. Artinya, cita-cita mereka yang rata-rata ingin berkulit putih mulus ala artis Korea gagal total.
Yang pasti di zaman yang sudah mendekati 100 tahun merdeka ini ternyata begitu keadaanya. Semuanya hanya omong doang (omdo) dan Nato. Petani hanya disebut-sebut jelang kampanye pilpres, pemilu legislatif, dan pilkada. Hasilnya ternyata ironi saja.
Semua yang ada ternyata NATO (No Action Talk Only)...! Dan akhirnya suasanya seperti apa yang disebut Noam Chomsky: "Kita akhirnya menghamba sebagai negara pencinta uang. Berharap pada negara lain akan membayar kita sebagai upah demi menghancurkan dunia. Itulah pilihannya."