Budaya K-Pop, BTS, dan Nasib Wajib Milter Korsel?

Budaya  

Sebuah surat kabar terkemuka, misalnya, baru-baru menerbitkan tulisan kotemplatif tentang mengapa Korsel — meski memiliki BTS sebagai duta anti-diskriminasi dan hak asasi manusia — butuh 15 tahun untuk memperjuangkan UU anti-diskriminasi.

“Ini sebuah ironi,” kata penulis kolom itu. “Korsel butuh kekuatan sendiri untuk selamanya.”

Ketidadaan UU anti-diskriminasi di Korsel membuat perlakuan tidak adil terhadap perempuan dan orang asing merajalela. Jumin Lee, penulis buku Mengapa Hukum anti-Diskriminasi?, mengatakan ada kebutuhan mendesak akan UU itu.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

“Korsel pada dasarnya berada dalam situasi sama secara hukum dengan Jim Crow South dari AS,” kata Lee. “Perlindungan setata adalah konsep konstitusional, tetapi tidak ada UU yang memungkinkan pemerintah memaksa perusahaan swasta mematuhinya.”

Artinya, masih menurut Lee, seorang pemilik usaha bisa memasang tanda di pintu yang bertuliskan tidak boleh ada gay, tidak boleh ada kulit hitam, atau tidak boleh ada orang tua. Tidak ada internvensi luar biasa dari Mahkamah Konstitusi.

“Hanya sedikit yang bisa dilakukan hukum untuk menghentikan tindakan diskriminasi,” lanjutnya.

BTS dan orang-orang bisnis, masih menurut Lee, tahu bahwa berbicara di AS itu menguntungkan. Namun melakukan hal serupa di negeri sendiri akan lebih merepotkan.

“Jika BTS memperjuangkan UU anti-diskriminasi, mereka akan disambut dengan ketidak-pedulian dan permusuhan terburuk,” kata Lee. “Beberapa penyanyi Korse, seperti Harisu dan Ha:tfelt berbicara tentang topik sensitif itu, meski ada reaksi balik.”

Nasib buruk dialami Song Kang-ho, aktor pemenang Festival Film Cannes, dan strudara Park Chan-wook. Keduanya masuk daftar hitam presiden terguling Park Geun-hye setelah mengomentari bencana tenggelam kapal feri Sewol yang menewaskan 304 orang tahun 2014.

Banyak artis Korsel sadar politik, tapi memilih tidak membahasa hal-hal sensitif. Mereka lebih suka diam, dan menikmati kesuksesan.

Beberapa anggota BTS, saat pengumuman hiatus, mengatakan kseulitan menulis lagu baru. RM, salah satunya, mengatakan setelah Butter dan Permission to Dance, tidak tahu lagi seperti apa BTS kelak.

“Setiap kali saya menulis lirik dan lagu, sangat penting cerita dan pesan seperti apa yang ingin saya sampaikan, tetapi semuanya sudah hilang,” kata RM.

Penulis: Teguh Setiawan, Jurnalis Senior

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image