Jejak Srilanka di Indonesia: dari Orang Kandi Hingga Kampung Selong Betawi
Srilanka di Indonesia dikenal sebagai Ceylon, dalam lidah penduduk kerap disebut: Selong.
Dalam satu dekade terakhir Srilanka alami krisis ekonomi karena banyak hutang.
Krisis politik terjadi setahun terakhir. Rumah Perdana Menteri Srilanka, saudara kandung Presiden dibakar. PM baru dilantik. Tapi pemerintah baru tak bekerja.
Rumah Presiden diduduki. Presiden dievakuasi entah ke mana. Rakyat menuntut 13/7/2022 Presiden Rajapaksha mundur, tahunya 10/7/2022 Gotabaya Rajapaksa Presiden Srilanka dan PM-nya tékén janji siap mundur 13/7/2022. Colombo langsung pesta kembang api.
Pemerintah Pakistan Imran Khan, Srilanka Rajapaksha, dan Jokowi Indonesia seperti berada dalam time frame yang sama dalam pergolakan politik intern masing-masing. Lagi pula empirik, dalam politik Internasional, negara-negar bergolak seperti dalam sebuah regionalisme.
Srilanka dikabarkan bikin hutang non-budget pada China, dalam case ini kalau gagal bayar jadi tanggung jawab pejabat yang bikin hutang d.h.i Rajapaksha. Karena itu Kepala pemerintah yang tanda tangani hutang non-budget susah mundur. Akalnya rupa2, kadang2 mau jadi tokoh dunia.
Dalam case Malaysia, PM Mahathir menolak bayar hutang China yang dibikin Tun Razak.
Penyelesaian memang politik lebih dulu, lain-lainmenyusul.
Kita peduli dengan Srilanka karena pernah punya hubungan masa lalu dengan Indonesia.
Kandi di Ceylon tengah, ke barat dari Kandi zona ekonomo Colombo.
Mereka migrasi ke Indonesia akhir abad XVI M. Kalau di Jakarta mereka berhuni di dekat Pecenongan dikenal sebagai Gang Selong. Kemudian diganti Ceylon. Di Kebayoran Baru juga ada Kampung Selong.
Mereka disebut orang Kandi, ada juga yang menyebut Kandé. Itu soal logat.
Ada lagu Minang dengan phrase, Asam kandi asam balimbing.
Lelaki Kandi memakai sekali gus dua helai sarung. Yang satu dililit di pusar menjuntai sedikit di bawah lutut. Yang satu lagi diikat di pinggang.
British litho 1610, photo atas, menggambarkan "pangeran" Jayakarta memakai sarung seperti itu.
Lithograf Inggris sengaja datang ke Pejagalan meng-cover peristiwa besar debat Ki Alang, intelektual Betawi dari Kampung Daleman vs "pangeran" Jayakarta tentang ketrampilan berpikir. Peristiwa ini ditulis Ki Alang dalam bukunya Hikayat Tumenggung Al Wazir yang kemudian diterbitkan Balai Pustaka.
Kalau pembuktian kedatangan India ke Indonesia dengan cerita Mahabharata dan Ramayana, maka juga tidak tertutup kemungkinan cerita-cerita itu dibawa orang-orang Sri Langka.
Persoalannya, sangat sulit menemukan jejak India utara dalam linguistik, kalau mereka dikatakan datang kemari IV M. Jejak Maya dan Inca masih membekas hingga kini pada toponim Jembatan Mera, Jamba Tana Mera, dan Jembatan Lima, Jamba Tana Lima. Maya saja sudah disini 3050 tahun lalu (prof Kern, 1951).
Srilanka punya masa silam disini, semoga Srilanka segera dapat membangun negaranya kembali.
Penulis: Ridwan Saidi, Sejarawan dan Budayawan Betawi.