Jiwa Juang Rakyat Indonesia Tak Kalah dengan Srilanka
Asrama militer Belanda era revolusi 1945 di selatan lapangan Benteng terkenal sebagai Batalion X.
Penghuni asrama amat kejam pada orang Indonesia. Jaman itu lencana merah putih yang disemat di dada terbuat dari kaleng.
Siapa lewat Batalion X dengan berlencana merah putih ditangkap. Oleh tentara Belanda si pemakai disuruh telan lencana itu.
Seorang pejuang 45 Ka'icang orang Tana Tinggi Senen marah dengar cerita ini. Sendiri ia datangi Batalion X dan Ka"icang lempar granat ke Batalion X.
Ka'icang ditembak dan roboh. Ternyata Ka'icang tidak mati. Ia dirawat di CBZ, kini RSCM.
Komandan BKR Djakarta Imam Syafi'ie dkk berencana culik pasien atas nama Ka'icang. Ternyata BKR sukses. Ka'icang diselamatkan (sumber Bang Sanip teman Bang Pi'ie).
Itulah semangat juang sebagai warisan sejarah. Tahun 1623 orang Betawi melawan VOC habis-habisan karena pergantian nama Jacatra dengan Batavia (re: de Haan, 1915). Menarik, migran Jepang dukung Betawi.
Tahun 1856 di Pekalongan muncul Ahmad Rifangi pimpin pemberontakan tarekat. Dan pemberontakan menjalar ke Tambun, Ciomas, Condet dan finish di Tangerang, pemberontakan yang dipimpin Kaiyin bapa Kayah tahun 1924. Durasi pemberontakan 68 tahun. Terlama dalam sejarah. Nilai-nilai kejuangan ini tentu menetes ke keturunan mereka.
Tahun 1966 semangat juang itu pun muncul lagi.
Kalau mau jadi pengamat politik Indonesia, tak cukup dengan modal diploma (ijazah) yang dikibar-kibarkan. Capeng, calon pengamat, mesti punya pengetahuan sejarah yang cukup, dan merasakan politik itu secara empirik.
Kalau tidak ibarat nonton film tak pakai teks, kagak paham-paham. Akhirnya sakit baham. Ngebet bukan main. Tak aneh bila ada seorang profesor sampai tega ngomong semangat juang orang Indonesia kalah dengan Srilanka.
Penulis: Ridwan Saidi, Budayawan Betawi dan Sejarawan.