Sejarah

Jangan Dilupakan: Ini Fakta Sosok dan Peran Jaringan Ulama Betawi Masa Revolusi

Foto ulama se-Jakarta kumpul di mesjid Matraman 1952 membahas bangkitnya komunis setelah Madiun. Baris depan ki-ka Guru Mansur Jembatan Lima, H. Agus Salim, Ustadz Ali Alhamidi Matraman. Foto ini sudah lebih dari setengah abad sehingga mulai rusak.
Foto ulama se-Jakarta kumpul di mesjid Matraman 1952 membahas bangkitnya komunis setelah Madiun. Baris depan ki-ka Guru Mansur Jembatan Lima, H. Agus Salim, Ustadz Ali Alhamidi Matraman. Foto ini sudah lebih dari setengah abad sehingga mulai rusak.

Hari kemerdekaan 17/8/1945 jatuh bulan RaMAdhan. Ali Alhamidi seorang ulama yang tinggalnya tak jauh dari Pegangsaan, tempat proklamasi menceritakan situasi kala itu.

Ustaz Ali, begitu ia dipanggil, merancang bikin shalat Ied tahun itu di Pegangsaan dengan Imam dan Khatib M. Natsir yang kala itu tinggal di Bandungl. Bung Karno akur.

Beberapa hari jelang lebaran Natsir beri tahu Ustaz Ali yang beliau tak dapat ke Jakarta karena tak ada spoor (kereta api). Tapi shalat Ied tetap jalan, dengan imam dan khatib Ustaz Ali.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Ketika menggali soal fakta ini, buat saya sulit sekali karena wawancara dengan Ustaz Ali tak henti bicara dengan jenaka. Jadi harus tahu cara menyela.

Menurut Mufreni Mukmin, perancang rapat raksasa di Gambir tanggal 19 September 1945 untuk dukung proklamas adalahdirinya dan Mr Roem. Mereka kontak berbagai ulama dxan tokohBetawi seperti Kyai Nur Ali Bekasi, Haji Darip Klender, Kyai Syam'un Kampung Mauk untuk mengerahkan massa.

Saya sendiri pernah bertemu Kyai Nur Ali. Orangnya jarang bicara, ia lebih suka mendengar. Dengan Haji Darip juga saya sempat bertemu.

Guru Mansur Jembatan Lima keponakan Junaid al Batawi juga ikut kerahkan massa ke Gambir. Kyai Soleh Iskandar juga datang dari Bogor membawa massa.

Hasilnya, rapat raksasa di lapangan Ikada (kini arena Monas) itu sukses.

Profile ulama Betawi abad 15. Lithografi Portugis.
Profile ulama Betawi abad 15. Lithografi Portugis.

Namun selang berapa bulan kemudian, yakni pada Januari 1946 Belanda duduki kembali Jakarta. Peristiwa ini direspons oleh Guru Mansur dengan kibarkan bendera di menara mesjid Jembatan Lima. Rumah Guru Mansur dikepung tentara NICA. Belanda suruh Guru Mansur turunkan merah-putih, Guru Mansur menolak. NICA tembaki sang saka yang berkibar di menara mesjid. Lalu tentara NICA itu pergi, dan sang saka tetap berkibar.

Para ulama itu: Kyai Nur Ali, Syam'un, Ali Al Hamidi, Guru Mansur, Soleh Iskandar tetap bersahabat sampai hari tua mereka. Dengan Mr Roem mereka juga terus berhubungan baik.

Itulah fakta heroisme dan patrotisme ulama-ulama Betawi!

Penulis: Ridwan Sadi, Budayawan Betawi dan Sejarawan.