Budaya

Jaya Suprana: Dari Depresi Ekonomi Pra Perang Dunia II, Hingga Kompor Elpiji VS Kompor Listrik

Para ibu mencona memasak dengan komporlistrik.
Para ibu mencona memasak dengan komporlistrik.

Seperti telah saya khawatirkan sejak awal pagebluk Covid-19 mulai memporak-porandakan kehidupan manusia di planet Bumi, terbukti kini telah timbul gejala resesi ekonomi dunia yang semoga tidak berlanjut menjadi depresi ekonomi.

Insya Allah jangan sampai terulang apa yang terjadi pada tahun 1930-an abad XX saat depresi ekonomi yang lambat tetapi pasti akhirnya terbukti memicu Perang Dunia II. Pagebluk Covid-19 sudah terbukti memicu perang Rusia-Ukraina yang kemudian memicu kenaikan harga gandum dan minyak bumi.

Kenaikan harga minyak bumi juga berpengaruh destruktif terhadap harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia, sehingga pemerintah Indonesia mau tak mau menaikkan harga BBM yang sangat berpengaruh bagi rakyat jelata yang sudah cukup menderita akibat kenaikan harga kebutuhan hidup primer.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Saat mendengar amanat penderitaan rakyat itulkah maka pemerintah berupaya meringankan beban derita rakyat dengan berbagai cara. Termasuk dengan wacana mengganti kompor elpiji (liquified petroleum gas/LPG) dengan kompor listrik.

Jurnalis keren merangkap sahabat saya se-WAG Satu Pena, Muhammad Subarkah, berbagi pandangan kelirumologis terhadap gagasan pemerintah mengganti kompor elpiji dengan kompor listrik.

Subarkah menulis berikut : “Pemerintah lewat PLN gencar sosialisasi migrasi kompor LPG ke kompor listrik. Katanya, kalau LPG tidak disubsidi, biaya pemakaian energi kompor listrik lebih murah dari kompor LPG: Rp 10.250 versus Rp 13.500, untuk 7 jam pemakaian.

Apakah pernyataan PLN ini benar? Menurut perhitungan PLN: 1 KG LPG = 7 kWh listrik: konversi ini tidak benar! Menurut flogas.co.uk, 1 LITER LPG = 7 kWh, dan 1 KG LPG = 14 kWh, karena 1 KG LPG = 1,969 liter: sehingga, biaya 7 jam pemakaian LPG lebih murah dari listrik: Rp 6.750 versus Rp 10.250? Mohon PLN klarifikasi soal ini. Dengan harga LPG non-subsidi saat ini sekitar Rp 19.000 per kg, biaya pemakaian 7 jam kompor LPG juga masih lebih murah dari kompor Listrik : Rp 9.500 versus Rp 10.250."

Terus terang sebagai pendiri Pusat Studi Kelirumologi saya merasa terkompori oleh pengomporan Muhammad Subarkah yang secara kelirumologis tidak mau begitu saja menelan semua gagasan pemerintah, tanpa seksama menelaahnya terlebih dahulu.Bagaimana PLN kejelasan soal dugaan perbedaan ini?

*** Penulis Jaya Suprana: Budayawan dan Pakar Kelirumologi, serta pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan. (Tulisan ini atas izin dari penulis)