Budaya

Para Pengasas Sastra Bertawi: Dari Ki Alang di tahun 1610 Hingga Firman Muntaco di tahun 1957

Firman Muntaco.
Firman Muntaco.

Tokoh pengasas kesusasteraan Betawi Ki Alang penulis Hikayat Tumenggung al Wazir. Namanya melegenda sejak debat publik dengan "pangeran" Jayakarta tahun 1610.

Kemudian menjelang akhir abad XIX hingga awal abad XX muncul dari Pecenongan dua nama Muhamad Bakir dan Ahmad Beramka, mereka sepupu turunan ulama besar Guru Cit.

Buku-buku yang ditulis Muhamad Bakir a.l Hikayat Nachoda Asyik disewakannya. Karya-karya Bakir dan Beramka tersimpan di pustaka internasional Stalingrad, British Library, dan Leiden.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Pada tahun 1950-1960-sn muncul nama sastrawan Betawi:

1. Machbub Djunaedi, novelis

2. Achmad MS, penulis novel Brandal-Brandal Ciliwung

3. SM Ardan, cerpenis

4. Susi Aminah Azis, penyair

5. Tuty Alawiyah AS, penyair

Sastrawan keenam Firman Muntaco. Ia penulis sketsa Betawi setiap minggu di Berita Minggu di bawah rubrik Tjermin Djakarte sejak tahun 1957. Beberapa tahun kemudian judul rubrik diganti jadi Gambang Djakarte.

Hari Minggu saat saya SMP menyenangkan saya. Berita Minggu kami tunggu untuk bertemu Firman yang bertutur dalam logat Betawi. Hari Minggu juga saya bertemu Susi dan Tuti di Minggu Abadi dengan sajak-sajak mereka yang indah.

Di awal kemerdekaan muncul nama yang mengagetkan Aman Dato Madjoindo penulis Novel Si Dul Anak Djakarta, sebuah karya sastra ethnografik Betawi Mester Kornelis meski tanpa logat Betawi. Kornelis bukan Cornelis, artinya relijius. Sketsa Firman dituturlan lebih banyak dalam logat Betawi Tengah, sekali-sekali saja Firman ke Pinggir.

Dalam kesehariannya Firman yang orang Petamburan itu pendiam.

Saya kenang Firman sebagai sahabat yang berjasa sosialisasi kenudayaan dan logat Betawi.