Sejarah

Kenangan Masuk Sekolah Rakyat: Dari Colek Kuping dan Perayaan Ultah Ratu Belanda Sampai Tahun 1949

Foto 1948: Murid-murid SR Ta,am Sari II kelas I. Ridwan Saidi duduk keempat dari kiri.
Foto 1948: Murid-murid SR Ta,am Sari II kelas I. Ridwan Saidi duduk keempat dari kiri.

Saya masuk Sekolah Rakyat, kini SD, di jaman Jakarta daerah pendudukan dengan batas-batas yang tak jelas. Tak dapat diketahui dengan mudah bagi rakyat mana daerah Republik dan mana zona Belanda.

Orang tua saya tak tahu bahwa SR Taman Sari II, dimana saya disekolahkan, itu di bawah administrasi Belanda.

Masuk SR gampang sekali. Cek umur dengan merujuk pada pengakuan orang tua murid saja. Hampir tak ada yang anaknya punya akta lahir. Saya punya surat keterangan lahir diketik dengan tanda tangan Komicho, kepala kampung.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Setelah klarifikasi umur, calon murid disuruh pelintangkan tangannya ke atas kepala. Kalau jari tangan kanan bisa colek kuping kiri, artinya bisa masuk sekolah tanpa bayar apa pun.

Di dinding ruang kelas menggantung potret wanira Belanda bermahkota. Kemudian saya tahu itu Ratu Juliana.

17 Agustus sekolah diliburkan. Tak ada perayaan kemerdekaan. Malah ketika saya naik kelas II tahun 1949 sekolah merayakan jaarig (HUT) Ratu Juliana. Kami dikasih permen, coklat, biskuit, dan bendera merah putih biru Belanda. Lalu kami dibolehkan pulang.

Sewaktu tiba dii jalanan orang ramai berteriak menyuruh kami buang itu bendera Belanda. Kami pun buang itu bendera.

Tahun1950 pun ada yang terasa aneh di sekolah kami SR Taman Sari II. Para guru lama tak tampak sama sekali. Yang tersisa cuma Pak Sipan, penjaga sekolah dan keluarganya yang bertinggal di kompleks sekolah. Lalu banyak murid-murid baru, katanya pindahan dari daerah. Mereka yang masuk kelas III usianya sudah 12 tahun. Kalau itu anak perempuan sudah berbody gadis. Kalau anak lelaki suaranya sudah pecah, tampaknya sudah akil baligh. Dalam istilah Betawi "sudah ngarti perempuan".

Di dinding ruang kelas kala iru sudah menggantung potret Bung Karno dan Bung Hatta. Tak ada gambar Ratu Belanda lagi. Wajah guru-guru pun baru semua.

Guru baru kami namanya Pak Sumarso. Sebagai perkenalan dia mengajarkan kami menyanyi lagu Di Timur Matahari:

Di timur matahari

Mulai bercahya

Bangun dan berdiri

Kawan semua

Marilah menyusun

Barisan kita

Untuk Indonesia

Yang sejahtera........