Lambang Kotapradja Djakarta Raja: Dari Kasteel, Monas, Hingga Razia Celana Jengki
Lambang ini dibuat sebelum ada Monas dan obsesi Jajarta dikepung benteng masih bergelayut di pemikiran sementara orang di Jakarta dan sekitarnya.
Kasteel (benteng) itu rencana orang-orang Belanda akhir abad XVI sebelum mereka ke Batavia. Hingga pun 1602 mereka ke Batavia sampai Proklamasi kemerdekaan 17/8/45 dalam benteng dalam makna kasteel belum pernah dibikin Bekanda.
Kesibukan itu kemudian pindah ke kalangan sementara arkaeolog Indonesia. Mereka incar dua sasaran:
1. Toponim benteng
2. Tembokan atau pun tumpukan batu bata.
Benteng itu artinya pojok, bojong, quartier, atau tempat hunian tersudut. Di Campea saja ada benteng masa' iya ini yang identik dengan defence be system.
Batu bata berserak, apalagi tersusun, kecuali yang di pangkalan material, sudah mereka nyatakan bukti yang cukup untuk menjatuhkan kesimpulan bahwa itu benteng/kasteel tanpa lihat posisi dan lingkungan.
Dinding-dinding bata di Jl Tongkol itu tongkol yang bernakna (tembok) ratapan.
Saya pun perlu memberi catatan bahwa Gang Tembok, baik yang di Kali Pasir atau Kota, tak ada kaitan dengan kasteel. Itu tembok rumah penduduk jaman Indonesia medeka.
Begitu juga toponim Gedong Rubu di Kemayoran Sunter tak kait mengait dengan kasteel. Dalam bahasa Betawi gedong itu rumah batu, atau goa. Dia rubu karena tanah penyangga goa tergerus air sodetan kali Sunter.
Lambang Kotapradja dengan unsur kasteel melekat di KTP. Ukurannya besar, sulit dikantongi, baik kantong baju atau celana belakang. Diselipin di pici juga tetap nongol. Yang aman taro di rumah. Untung itu jaman tak ada razia KTP, yang sering razia jengki (jeans).
Penulis; Ridwan Saidi, Budayawan Betawi dan Sejarawan.