WInter Is Coming: APBN Jebol, Hanya Isapan Jempol..?
Oleh: Dr Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
APBN akan jebol. Kalimat yang sangat populer pada Agustus lalu. Sekaligus menakutkan. Disuarakan ramai-ramai oleh para menteri, seirama dan senada.
APBN akan jebol diorkestrasi untuk pembenaran menaikkan harga pertalite dan solar. Yang akhirnya benar-benar dinaikkan pada 3 September 2022.
Alasan APBN akan jebol, karena subsidi BBM (yang kemudian dikoreksi menjadi subsidi energi) sangat besar, mencapai Rp502 triliun: negara manapun tidak kuat menyangganya, katanya.
Bagaimana realisasinya hingga saat ini? Apakah APBN sudah jebol?
Menurut data Kementerian Keuangan, realisasi APBN pada Agustus 2022 mengalami surplus Rp107,4 triliun, dan per akhir September 2022 masih mencatat surplus Rp60,8 triliun. Artinya, APBN baik-baik saja. Sehat-sehat saja. Tidak jebol.
Sedangkan realisasi subsidi BBM dan LPG masih sangat rendah, jauh lebih rendah dari yang “dipropagandakan”. Realisasi subsidi BBM dan LPG per Agustus 2022 hanya Rp71,21 triliun, atau hanya 47,67 persen dari anggaran subsidi BBM dan LPG sebesar Rp149,37 triliun (belum termasuk dana kompensasi BBM), terdiri dari subsidi BBM Rp14,58 triliun dan LPG Rp134,79 triliun.
Sedangkan realisasi subsidi listrik per Agustus 2022 hanya 51,85 persen dari anggaran.
Dengan demikian, realisasi subsidi BBM, LPG dan listrik, atau dinamakan subsidi energi, hanya 48,86 persen dari anggaran. Sangat rendah. Atau, lebih tepatnya, subsidi yang dianggarkan jauh lebih besar dari yang diperlukan. Artinya, anggaran menggelembung, atau digelembungkan, untuk menaikkan harga BBM?
Jadi, bagaimana APBN bisa jebol?
Data per akhir September 2022 juga memperkuat bahwa APBN baik-baik saja.