Budaya

Kisah Ratu Adil: Dari Pangeran, Haji, Hingga Kiai

Gambaran sosok Ratu Adil.
Gambaran sosok Ratu Adil.

Di manapun di dunia kepercayaan terhadap datangnya seorang pembebas atau bahasa intelektualnya dipakai istilah seorang ‘mesias’ untuk di mana saja dan dalam kepercyaan agama apa saja. Manusia ternyata percaya ditengah-tengah suasana kacau balau sekalipun pasti akan ada ‘cahaya terang’ pembebasan. Bahkan fuqaha sekelas Mohammad Ibnu Hanbal pun sangat percaya segala yang buruk –wabah—pasti akan berakhir.

Khusus tentang Jawa memang ada kepercayaan sejenis ini yakni Ratu Adil. Di dalam geger perang Diponegoro ada sebutan Erucakra yang untuk menyebutnya. Dan konon kepercayaan ini berasal dari Ramalan Jayabaya. Dia memerintah kerajaan itu antara tahun 1135-1157 M. Nama gelar lengkapnya adalah Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara Madhusudana Awataranindita Suhtrisingha Parakrama Uttunggadewa.

Terkait soal Ratu Adil tersebut ada cuplikan buku dari ‘bapak sejarawan Indonesia’ Sartono Kartodirjo dalam buku yang tipis yang bertajuk ‘Ratu Adil’. Di dalam buku itu ada tulsan dia tentang ‘Kepercayaan Mesianistis’. Dia menulis begini: Sejauh tentang gagasan seorang ‘Juru Selamat’ secara tidak langsung menyatakan suatu abad keemasan, di mana kebanyakan gerakan juru selamat cenderung pula bersifat ‘Gerakan Millienaristis’.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Di sebagian besar pulau Jawa, harapan-harapan millenaristis kerap kali difokuskan kepada para pemimpin Mesianis. Menurut tradisi yang telah lama berlangsung, Sang Juru Selamat yang diharapkan adala seorang raja yang akan menegakkan keadilan dan perdamaian di sebuah negeri yang melimpah ruah.

Buku karya sejarawan Sartono Kartodirjo tentang siapa sosok Ratu Adil.
Buku karya sejarawan Sartono Kartodirjo tentang siapa sosok Ratu Adil.

Mitos Jawa yang paling terkenal menunjuk para munculnya Ratu Adil, Raja Kebenaran yang akan membebaskan orang dari penyakit, kelaparan, dan setiap jenis kejahatan. Selama pemerintahannya, keadilan akan menang. Kedatangannya akan didahului oleh bencana-bencana alam, penurunan martabat, kemelaratan, dan penderitaan.

Suatu versi tentang ramalan-ramalan Jayabaya memberikan suatu peranan juru selamat kepada Raja Tanjung Putih, yang ditakdirkan untuk memerintah pada tahun 1700 dan kepada Raja Erucakra yang pemerintahannya akan datang pada tahun 1900. Bersama-sama dengan sebuah kerajaan mitos Katangga, nama-nama para Raja mitos ini ditemukan dalam berbagai versi ramalan Jayabaya. Popularitas mereka di dalam tradisi Jawa tentang Ratu Adil jauh kembali ke masa lampau dan tetap tinggal hidup sampai akhir ini.

Pada tulisan lain, Sartono Kartodirjo juga mengkaitkan hubungan gerakan ini dengan gagasan perang suci. Di Jawa pada abad kesembilan belas dan kedua puluh, gerakan-gerakan Ratu Adil dan Jihad atau perang Sabil (Perang Suci) telah berhubungan erat dan telah saling memperkuat satu sama lain untuk menghasilkan suatu radikalisme yang semakin militan.

Jadi ketenaran Perang Suci yang sedang berkembang untuk sebagaian besar dihubungkan dengan penyerapannya ke dalam banyak versi yang terkenal tentang ramalan-ramalan Jayabaya.

Keterangan Foto: Pembantaian yang dilakukan Westerling di Jawa Barat pada 1948 juga menyebut diri sebagai gerakan Ratu Adil melalui sebutan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA).
Keterangan Foto: Pembantaian yang dilakukan Westerling di Jawa Barat pada 1948 juga menyebut diri sebagai gerakan Ratu Adil melalui sebutan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA).

Satu versi misalnya, meramalkan bahwa pada tahun 1970 penanggalan Jawa, suatu perang sabil yang besar akan dilancarkan terhadap ras kulit putih. Orang Jawa akan mengendalikan pemerintahannya sendiri, tetap hanya dalam waktu singkat.

Bahkan, lanjut Sartono Kartodirjo, menurut versi yang sama, perang sabil akan didahului tanda-tanda berikut: seutas benang akan dililitkan di seputar bumi (telegraph), orang akan mampu berbicara satu sama lain dari jarak yang jauh (telepon), kereta digerakan tanpa kuda (kereta api), jarak menjadi tak penting (pesawat terbang).

Walaupun, harapan-harapan gerakan Ratu Adil jarang disebutkan di dalam istilah-istilah Islam, namun hasil yang dicapai melalui pengusiran atau penghancuran ras kulit putih kerapkali dikonsepsikan dan dibenarkan di dalam suatu kerangka konseptual Islam, dengan perkataan lain ialah menurut peristilahan Perang Suci (Perang Sabil). Peranan pemimpin yang digerakan oleh kiai dan haji di dalam kebanyakan gerakan sosial waktu itu pastilah memberikan sumbangan besar kepada perkembangan ini.