Serial Terakhir Tulisan Babe Ridwan Saidi: Derai-Derai Cemara, Politik Hampa (1)
Cemara berderai sampai jauh
Terasa hari menjadi
akan malam
Ada beberapa dahan ditingkap merapuh
Dipukul angin yang terpendam.
Begitu cara penyair Chairil Anwar mengungkap kesepian yang nembelenggunya. Chairil pernah tinggal di Gang Arab No. 18, Sawah Besar . Aku di No. 20.
Hari-hari terakhir ini terasa kita digigit kesepian politik. Tak ada aktivitas politik pemeritah dan
partai2 KIB setelah sebelumnya sibuk tawarkan separate dari sebuah propinsi untuk dijual dan begitu banyak pulau2 yang ditawarkan juga untuk dijual. Ora payu?
Lalu issue tunda pemilu bersipongang dari pentas MPR. Semua tanpa follow up. Kepentok hukum? Bunyi-bunyian saja 'kan?
Juga pembagian pangkat tituler tak lanjut. Kalau Jendral Nasution tahun 1960 tawarkan Hamka Mayjen Tituler, tapi Hamka menolak.
Suasana seperti ini kalau dipahami dengan pendekatan ilmu strategi Carl von Clausewitz artinya: sasaran sudah tersudut dalam posisi tak tahu lagi apa yang harus diserangnya dan tak tahu pula apa yang harus dipertahankan. This is just a matter of time. Anies Baswedan mau dipojokkan juga tak ada hasilnya. Arang habis besi diloakkan.
So what now my love? Just listen to another poetry of Chairs Anwar;
Kalau sudah sampai waktuku
Ku mau tak seorang 'kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu.