Sejarah

Risalah Kaliurang dan Perjanjian Renville yang Nyaris Gagal

Suasana perjanjian renvile.
Suasana perjanjian renvile.

Ada peristiwa kecil yang nyaris menggagalkan Perjanjian Renville, yaitu Risalah Kaliurang. Pembicaraan Kaliurang, terjadi pada 13 Januari 1948, melibatkan delegasi Republik Indonesia dan Komisi Jasa-jasa Baik; terdiri dari Richard Kirby (Australia), Paul van Zealand (Belgia), dan Frank Graham (AS). Kirby dipilih Indonesia. Van Zealand pilihan Belanda, dan Graham netral.

Pembicaraan terjadi setelah delegasi Belanda pada 11 Januari mengeluarkan ultimatum. Isinya, Republik Indonesia haru menyetujui naskah perjanjian, dua belas prinsip yang diusulkan Belanda, dan enam prinsip tambahan Komisi Jasa-jasa Baik (CGD). Jika tidak, perundingan berakhir.

Soekarno berpartisipasi dalam pembicaraan itu. Mohammad Hatta, yang baru kembali dari Sumatera, nimbrung. Di basah tekanan CGD, pembicaraan mengarah pada keputusan RI menerima semua syarat Belanda

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Asumsinya, Belanda mampu menguasai seluruh wilayah RI di Jawa dalam beberapa hari. Penolakan terhadap syarat Belanda mengandung risiko AS akan berbalik melawan RI.

Satu-satunya harapan bagi kelestarian RI, seperti ditulis Herman Burgers dalam De garoeda en de ooievaar, adalah dukungan masyarakat internasional. Pertimbangan lebih lanjut, prinsip-prinsip tambahan akan membuat Jawa, Madura, dan Sumatera memutuskan bergabung dengan Republik atau Belanda lewat plebisit.

Graham mengatakan pertarungan akan beralih dari peluru (bullets) ke kotak suara (ballots). Di sisi lain, penerimaan prinsip-prinsip yang diajukan Belanda menawarkan prospek jangka pendek, yaitu berakhirnya blokade ekonomi.