Filsafat Islam di Indonesia, Bisakah Lebih Gaul Lagi?

Agama  

Pasca Sadra, para filsuf di dunia Islam nyaris tak membuat penemuan-penemuan baru dan tidak mengalami perkembangan berarti. Ratusan tahun bergumul dalam perdebatan antara eksistensialisme versus esensialisme. Menghabiskan waktu terlalu lama untuk memenangkan wacana, manakah yang lebih fundamental antara eksistensi (wujud) dan esensi (mahiyah) di jagad raya ini.

Para filsuf Islam terbelah dua. Sebagian menjadi pendukung teori ashalatul wujud (eksistensi lebih fundamental) dan sebagian lagi membela ashalatul mahiyah (esensi lebih fundamental). Padahal tidak ada problem sosial, politik, dan ekonomi umat yang dapat dipecahkan dari perdebatan seperti itu, di tingkat gagasan dan apalagi di tingkat tindakan.

Akhirnya, perdebatan itu diselesaikan oleh filsuf kontemporer Islam dalam 20 tahun terakhir. Bernama Golam Reza Fayyazi. Ia bukan hanya menuntataskan perdebatan dengan membuktikan eksistensi dan esensi sama fundamentalnya, tapi juga menyesalkan terlalu lama waktu yang dihabiskan untuk perdebatan itu.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Sementara, filsafat di Barat sudah bergerak kencang dan berkesinambungan dari rasionalisme dan emperisme ke kritisisme, atomisme logis, positivisme logis, fenomenologi, dan posmodernisme.

Teori filsafat Islam macet dan terisolir. Apakah itu sebabnya, filsafat Islam di Indonesia tidak terlalu kelihatan dalam perdebatan wacana publik mutakhir seputar Hak Asasi Manusia (HAM), demokrasi, feminisme, dan lingkungan?

Pertanyaan ini tidak berarti para ahli filsafat Islam tidak ikut membicarakan dan membahas isu-isu terkini wacana publik tersebut. Tentu saja, ada banyak bahasan di jurnal-jurnal ilmiah yang diisi oleh ahli-ahli filsafat Islam di Indonesia seputar HAM, demokrasi, feminisme, dan lingkungan. Namun, itu tidak menjangkau opini publik Indonesia. Dalam arti, tidak diakses publik dan tidak mempengaruhi opini publik.

Kalaulah ahli-ahli filsafat Islam ingin terlibat dalam perdebatan isu-isu terkini kemanusiaan, kesetaraan dan lingkungan di ruang publik, masih belum jelas kerangka teori filsafat Islam mana yang akan digunakan. Tidak sejelas keterangan-keterangan yang diberikan oleh para ahli filsafat Barat di Indonesia dalam memperdebatkan tema-tema seperti itu.

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image