Filsafat Islam di Indonesia, Bisakah Lebih Gaul Lagi?
AgamaFilsafat Islam di Indonesia, berebut dan bersaing memberi penjelasan tentang tema-tema serupa dengan bidang keilmuan lainnya dari tasawuf dan teologi. Padahal ini memberi risiko penjelasan-penjelasan filsafat dinyatakan sesat oleh otoritas teologi, ketika berbeda dari arus-utama. Nasib yang sama dialami banyak praktisi taswauf saat ini.
Gejala ini, sepertinya telah menghambat ahli-ahli filsafat Islam di Indonesia dalam bergaul mewarnai percakapan isu-isu terkini kemanusiaan dan lingkungan di ruang publik yang berdampak pada pembentukan opini masyarakat Indonesia. Singkatnya, opini publik kita tentang kebijakan-kebijakan menyangkut kehidupan bersama tidak diasuh sama sekali oleh narasi filsafat Islam.
Beberapa nama ahli filsafat Islam di Indonesia yang menarik perhatian publik, seperti Fahruddin Faiz, Haidar Bagir, Mulyadi Kartanegara, Muhsin Labib untuk menyebut beberapa saja, mereka tidaklah menonjol dalam wacana publik seputar demokrasi, HAM, feminisme dan lingkungan. Tentu, mereka ikut membicarakannya. Tapi tidak menjadi rujukan publik luas di Indonesia yang lebih akrab dengan pikiran Rocky Gerung, Franz Magnis-Suseno, dan Budi Hardiman yang datang dari literatur filsafat Barat.