Saptonika Arab, Titi Nada Eropa-Jerman, Hingga Laras Slendro Jawa-Bali
Oleh: Jaya Suprana, Budayawan, Pengagas Rekor Muri dan aktvis perdamaian
Agar dapat lebih lancar berkomunikasi dengan para pembaca, maka saya mohon diperkenankan menggunakan notasi abjad Jerman dalam upaya menelusuri sistem saptatonika Arab.
Akibat pada tahun 70-an abad XX di Jerman sempat berkolaborasi duet pianoforte dengan santur alias kecapi persia dengan Hejazi, pesantur Iran yang hijrah ke Jerman pascajatuhnya Shah Pahlavi, saya berkesempatan untuk secara langsung dalam praktik mengenal kemudian mempelajari sistem tata nada Arab dengan menggunakan mazhab duodecimatonika Jerman.
Dari pembelajaran permukaan peradaban tersebut, saya dapat menarik kesimpulan bahwa musik Arab memiliki sistem saptatonika yang menurut kaidah musik Barat khusus Jerman terdiri dari c des e f g as h .
Menarik bahwa beda dari pentatonika universal c d e g a yang sama sekali tidak mengandung interval terkecil, ternyata saptatonika Arab mengandung tiga interval terkecil.
Tidak kalah menarik adalah fakta bahwa apabila nada des dan as dihilangkan dari susunan saptatonika Arab, maka mendadak muncul pentatonika slendro khas Jawa dan Bali yang pada hakikatnya merupakan padanan mayor pentatonika Sunda, Bolivia dan “In” Jepang.
Maka secara subyektif saya berspekulasi musikologis bahwa ada secara georeligi keterkaitan sukma antara saptatonika Arab dengan pancatonika Jawa melalui jalur penyebaran agama Islam sama halnya dengan sistem duobelasnada Barat yang dibawa agama Nasrani ke persada Nusantara.
Entah secara sadar atau tidak sadar, Franz Liszt yang dilahirkan di desa Raiding yang kini berada di wilayah Austria dekat perbatasan dengan Hungaria sempat menggarap mahakarya Hungarian Rhapsody nomor 3 dengan sistem saptatonika Arab.
Beda dari Johannes Brahms yang sama sekali tidak menyentuh septatonika Arab di dalam siklus Hungarian Dances sebagai garapannya. Sejarah mengindikasikan bahwa musik Hungaria memang sempat terpengaruh oleh musik Arab yang dibawa oleh para serdadu kekaisaran Ottoman yang de facto memang berhasil merangsek masuk wilayah kekaisaran Austria-Hungaria sampai ke kawasan suburbia kota Wina.
Sementara Bela Bartok yang dilahirkan di Sannicolau Mare, Rumania juga sempat menggali musik tradisional rakyat Rumania, Bulgaria dan Hungaria yang secara historis memang sempat menjadi wilayah kekuasaan imperialisme Ottoman Empire.
Menarik adalah indikasi bahwa ternyata geopolitik maupun georeligi berpengaruh terhadap musik sebagai bagian dari kesenian sebagai bagian dari kebudayaan sebagai bagian dari peradaban.