Kisah dari Sota, Perbatasan Papua: Lagu Rumah Semut, Ada Pelangi di Matamu?
Jalan yang membelah hutan Wasur terlihat memutih tertutupi debu dan tanah. Tapi kaki Diken yang kokoh tak peduli. Langkahnya tegap berjalan mendukung gadis kecil berambut keriting kemerahan.
Kelompok rumah transmigran pertama telah terlewati. Rumah Katu kini tak jauh lagi. Sesekali mobil melintasinya. Dan Katu pun selalu menyapanya sembari melambaikan tangannya.
‘’Bapak mau kemanakah?’’ Sopir sebuah jeep menyapa mereka.‘’Mari saya antar bapak..’’
Diken dan Katu belum menjawab. Kedua pasang mata ini malah saling pandang. Namun sesaat kemudian Diken terlebih dahulu menggeleng.‘’Ah terima kasih ipar. So dekat,’’ jawab Diken.
Sopir jeep itu masih saja belum yakin. Dia masih berusaha meminta agar keduanya bersedia naik ke atas mobil. Tapi Diken tetap menolak. Dan Katu pun juga tak bersedia.
‘’Enakan digendong Om Diken dari pada naik mobil.’’
Mobil Jeep itu pun berlalu. Diken meneruskan langkahnya. Tubuhnya yang liat membuat Katu betah dalam panggulannya. Otot tubuh Diken yang bergumpalan di bagian punggung dan lengan memang telah menjadi tempat duduk yang empuk.
Akibatnya, berada dalam panggulan Diken, maka Katu pun merasa seperti berjalan melayang. Ia pun kegirangan dan menyanyikan sebait lagu.’’Ada pelangi di matamu..Ada pelangi di matamu..’’
Diken yang menggendong Katu tersenyum geli melihat lagu keponakannya. Katu pun mengulangi lagu itu dengan cara bersenandung. Desau angin serta bunyi derak pepohonan hutan mengiringi senandungnya.
Hutan Wasur menjadi penuh warna.‘’Itu lagu siapa Katu? Lagu orang Merauke kah?’’
Katu yang duduk di atas gendongan Diken segera menyahut.’’Lagu pak presiden Om. Lagu ini saya dengar di radio,’’ jawabnya.