Mitos Jawa Subur Makmur, Buktinya Pada 1674-1676 Dilanda Bencana Kelaparan Hebat
Bila sebagian orang memuji pulau Jawa subur makmur seperti cerita dalam suluk dalang pada pertunjukan wayang kulit, faktanya ternyata berbalikan. Bukti ini terjadi pada peneleiian H. J, Degraaf mengenai runtuhnya Istana Mataram.
Pada buku itu diceritakan bila pada kurun 1674-1676 bencana kelaparan hebat melanda Jawa akibat musim kering yang panjang.
Menurut laporan Couer tertanggal 16 September 1674, harga beras di akhir tahun itu naik mencapai 25 rial sekoyan. Kyai Nayacitra dari Semarang bahkan menyatakan telah membayar 30 riyal sekoyan.
Menjelang awal tahun harga-harga barang meningkat terus. Pada tanggal 16 Maret 1675 diberitakan dari Jepara beras di pasar sudah mencapai harga 52,5 ringgit sekoyan dan mungkin akan semakin terus, karena tidak ada pemasukan beras dari luar. Di daerah pegunungan batang tidak tidak tumbuh dengan baik,"batang memang tinggi dan subur, tetapi bulir padi di serang hama". Padahal hujan tidak kurang, kini sawah-sawah bahkan tergenang air.
Pada tanggal 7 April 1675 Residen mengatakan tidak mungkin dapat memperoleh 10 liter berada di satu tempat, Di Mataram harga beras sudah naik sampai 150 ringgit sekoyan. Kebanyakan orang-orang hidup dari akar-akar pohon, ubi, dan sebagainya.
Akan tetapi, Tuhan rupanya ..akan memberi kemudahan. Terutama di seluruh daerah pedalaman tampak rimbun dan tumbuh subur, sehingga dua bulan lagi pasti akan membawa panen yang bagus. Namun, sementara itu kekurangan pangan dan harga yang mahal makin akan terasa.
Alangkah kecewanya ketika ternyata panen tidak memenuhi harapan. Pada bulan Mei 1675 Couper mencari keterangan di mana-mana mengenai keadaan tanaman padi, tetapi keterangan yang diperolehnya begitu buruk sehingga kecuali jika Tuhan berkenan menurunkan, tiada harapan lagi akan panen padi yang yang cukup banyak di pantai timur Jawa (surat dari Japara tertenggal 25 Mei 1675). Untuk Batavia dan Banten pun tidak cukup, apalagi untuk pulau-pulau yang jauh letaknya dari Kalimantan yang biasanya memperoleh bahan makanan dari Jawa.
Sekalipun panen agak melegakan, pada bulan November 1675 terjadi kekurangan pangan, walaupun ekspor beras pada bulan Oktober 1675 sudah dilarang, harga tetap naik, sampai 40,45,50, hingga 55 ringgit, sekoyan (surat dari Japara tertanggal 4 November 1675).