Ketika Rakyat Jawa Kelaparan, Bagaimana Keadaaan Istana Mataram Pada 1674-1675

Sejarah  
Rakyat jawa tempo dulu. (ilustrasi).
Rakyat jawa tempo dulu. (ilustrasi).

Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika

Dalam bukunya ‘Runtuhnya Istana Mataram’ H J De Graaf menulis, di tengah suasana rakyat yang lapar, sepintas keadaan di Istana Mataram pada 1674-1675 tampak tenang. Couper menulis, Sunan yang sudan menjadi lanjut usia tidak lagi mencoba hal-hal yang baru. Sri baginda tidak punya selir yang sesuai dengan seleranya, demikian tersiar desas-desus aneh di kalangan orang Jawa (Daghregister 16 November 1674).

Ternyata, idam-idamannya itu tidak lama kemudian menjadi kenyataan. Alasannya, tidak lama sesusah itu pedagang Van der Scheur memberitakan bahwa beberapa orang utusan Mataram telah menculik isteri kedua putra Kiai Wiraatmaka yang “masih muda dan cantik” untuk dijadikan istri Sunan (Daghregister 6 Desember 1674).

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Apakah selir-selir itu mahal sekali biayanya, karena Sunan selalu mengeluarkan banyak untuk Wanita-wanitanya . Yang biasanya masing-masing memakan biaya empat atau lima, bahkan sepuluh ribu riyal atau lebih. Padahal, jumlah Wanita itu begitu banyak sehingga untuk mereka semua seharusnya disediakan biaya yang amat tinggi, dan hanya terpaut sedikit dari seluruh pendapatannya (K.A. No 1211 hlm 5; De Jonge 1862-1875 VII:76). Biasanya Wanita-wanita itu dipelihara, selama beberapa waktu, dan kemudian dihadiahkan kepada seorang pejabat istana dengan sejumlah uang sebagai pesangon.

Namun, Raja ingin menjangkau lebih jauh. Ia ingin memiliki sebutir berlian yang lebih besar dari pada yang dahulu dihadikahkan oleh Van Goen (Daghregister 2 April 1674). Seekor kuda yang dahulu dihadiahkan kepadanya juga sudah menjadi tua, sehingga perku diganti.

Pada akhir tahun 1974 Sunan menyuruh Kiai Surawangsa – yang baru saja diangkat sebagai kepala Gudang—agar menukarkan dua ekor kuda hitam dan 40 kuintal beras denan berbagai macam tekstil luar negeri: laken merah, ikat pinggang sutra hijau, cindai, dan sebagainya (Daghregister, 30 Desember 1674).

Pertengahan tahun 1675 para bendaharawan istana, Nitisastra dan Nitipraja, mendapat perintah agar menyuruh para kepala daerah Jepara, Demak, dan Semarang berlayar ke Patani untuk membeli gajah (surat dari Japara tertanggak 15 Agustus 1675). Apakah Raja ingin tampak megah agar kewibawaan bertambah tinggi?

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image