Politik

Debat Capres: Dari Politis, Edukasi, Komersial, Hingga Pentas Hiburan Komersial Tanpa Honor

Debat capres dan cawapres. (ilustrasi)
Debat capres dan cawapres. (ilustrasi)

Oleh: Jaya Suprana, Budayawan dan Aktivis Kemanusian

Utilitarianisme merupakan aliran pemikiran yang meyakini tindakan-tindakan yang dapat dikatakan sebagai baik adalah yang dianggap memberikan manfaat dan menguntungkan.

Berdasar tafsir subyektif, saya menganggap utilitarianisme bersifat nisbi akibat apa yang disebut sebagai “manfaat” dan “menguntungkan” memang nisbi terkait langsung pada subyek yang menilai manfaat obyek serta menguntungkan siapa.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Para pemikir aliran utilitarianisme prakarsa Jeremy Bentham lazimnya gemar membahas apa saja berdasar apa yang disebut sebagai manfaat. Termasuk manfaat debat capres.

Ada tiga manfaat acara debat capres, yaitu manfaat politis, edukasi dan komersial. Mengenai manfaat politis acara debat capres yang kini sudah melazim sebagai acara wajib menjelang pilpres dapat diperdebatkan tanpa henti sampai akhir zaman.

Pihak-pihak yang capres-nya kalah debat wajar menganggap debat capres tiada manfaat. Juga manfaat edukasi terhadap publik bisa diperdebatkan sampai mulut berbuih, sebab tergantung mutu akhlak serta daya-ungkap para capres-cawapres yang berdebat.

Namun dapat disepakati bahwa acara debat capres memiliki manfaat komersial sebagai komoditas produk sudah melekat pada industri hiburan potensial menghadirkan profit cukup berlimpah bagi stasiun televisi, perusahaan periklanan, para ilmuwan politik, para pembawa acara, para pesorak berbayar.

Secara marketing dan bisnis jelas bahwa acara debat capres-cawapres merupakan komoditas produk industri hiburan setara pertandingan tinju atau Piala Dunia sepakbola yang sangat laris-manis, maka bermanfaat demi menggerakkan mekanisme perputaran uang ekonomi nasional maupun menghibur masyarakat yang haus hiburan. J

uga sudah menjadi rahasia umum bahwa debat capres potensial bahan taruhan di pasar gelap, sementara perjudian secara konstitusional masih dilarang di persada Nusantara masa kini.

Namun terus terang secara subyektif, saya pribadi merasa kurang nyaman, bahkan iba menyaksikan bagaimana enam putra terbaik Indonesia seperti Prabowo Subianto, Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Mahfud MD, Muhaimin Iskandar, Gibran Rakabuming Raka secara komersial dieksploitasi habis-habisan tanpa honor sesenpun oleh industri hiburan.

Pada hakikatnya acara debat capres sebagai produk industri hiburan sekadar demi memuaskan naluri agresif dan nafsu sadisme para penonton, menurut pendapat saya sebagai pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan tidak terlalu selaras makna luhur yang terkandung di dalam sila ke dua Pancasila, yaitu Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.

Fakta membuktikan begitu banyak politisi mahir berdebat hanya demi mengobral janji muluk-muluk pada masa kampanye, namun setelah berkuasa langsung menderita amnesia hingga lupa terhadap janji-janjinya.

Sebenarnya yang benar-benar dibutuhkan oleh rakyat bukan pemimpin yang pintar bersilat lidah demi piawai berdebat apalagi obral janji, namun seorang pemimpin yang benar-benar tulus ikhlas sepi ing pamrih, rame ing gawe mengabdikan diri kepada negara, bangsa dan rakyat Indonesia. MERDEKA!