Sejarah

Brutal..! Amangkurat Murka Berebut Perawan Oyi dengan Pangeran Mahkota Sampai Bunuh 60 Orang

seorang perempuan bangsawan naik tandu. (ilustrasi)
seorang perempuan bangsawan naik tandu. (ilustrasi)

Menurut cerita tutur yang ditulis sejarawan H.J De Graaf setelah Amangkurat I ditinggal mati isterinya yang tercinta, dia menyuruh dua orang mantri ‘kapedhan’, Nayatruna dan Yudakarti, mencari seseorang perempuan yang sama cantiknya. Babad tanah Jawi (1939-1941) bukan menyebut nama Nayatruna tetapi nabtri jero Wangstruna.

Adapun Wanita yang dicarinya harus harus berasal dari daerah yang air sumurnya baunya segar, dan ini mereka temukan (malahan) di tepi Kali Mas Surabaya. Di daerah itu Pangeran Pekik punya seorang mantri, Ngabehi Mangun Jaya, yang menawarkan kepada mereka anak perempuannya yang Bernama Oyi yang telah mencapai usia gadis cilik dan masih senang sekali pada bunga.

Dalam Babad Tanah Jawi (1939-1941) disebutkan Oyi berusia sebelas tahun, sedangkan dalam serat Kandha (hlm. 977) delapan tahun. Memang para utusan terpesona melihat kecantikan gadis itu, dan anak tersebut mereka bawa.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Anak itu kemudian dihadapkan kepada Sunan, tetapi dianggap Sunan terlalu muda. Karena itu gadis tersebut dipercayakan kepada mantri ‘kapedhak’. Ngabehi Wirareja (Babad Tanah Jawi 1939-1941 XI: 15) atau lurah ‘Kapedhak Yudawangsa. Setelah saatnya kelak boleh masuk kraton.

Sejenak cerita ini terputus oleh rencana perkawinan Pangern Adipati dengan putri Cirebon. Namun, setelah rencana itu gagal pada suatu waktu secara kebetulan Pangeran Adipati masuk ke pendapa Wirareja, maka berjumpalah ia dengan Oyi yang sedang membatik bersama ibu angkatnya. Sebagaimana layaknya larilah gadis itu ketakutan tetapi ia sempat menoleh sebentar dan merapikan rambutnya.

Sejak saat itulah Pangeran Wirareja mabuk kepayang kepada Oyi. Ditanyakanlah siapa gadis cantik yang lari itu. Wirareja mengatakan Mutiara yang indah itu diperuntukan bagi ayahnya (Babad Tanah Jai 1939-1941) X: 20), bahkan menjelang pada hari Kamis mendatang membuat sang Pangeran semakin mabuk kepayang.

Pangeran Adipatu itu pun kemudian jatuh sakit karena cintanya itu. Berbaring berselimut kaindodot dan mengunci diri di dalam kamar, tidak makan dan tidak tidur (Serat Kandha hlm.981, Babad Tanah Jawi 1939-1941 X:21).