Soal Penistaan Agama: Dari Sitti Soemandari, Dr Soetomo, Hingga Arya Wedakarma
Pada masa lalu, sekitar tahun 1930-an, meledak kasus pencemaran ajaran Isllam yang dilakukan oleh akyivis pergerakan perempuan bernama Sitti Soemandari. Dia menuding praktik poligmai sebagai cara rendah seperti memenuhi keinginan kawin 'para bando' (kambing jantan).
Kala itu muncul juga reaksi kaum Muslim di Hindia Belanda yang sangat keras.
Maka, setelah muncul reaksi keras tersebut si pelaku penistaan agama itu kemudian minta maaf. Hal ini terjadi ketika media massa seperti Pedoman Masjarakat dan Berita Nahdlatoel Oelama menyoroti kasus Soemandari tersebut.
Keglisahan kaum Muslim pun mencapai penyelesain. Saat itu akhirnya Soemandari secara terbuka mengakui kesalahannya dan meminta maaf.
Soemandari kemudian menulis pernyataan seperti ini di media Berita Nahdlotul Oelama:
"Dahulu kami menulis karangan kami di dalam Bangoen itu dengan keyakinan. Kami mempelajari soal itu dari beberapa buku, mengumpulkan beberapa bahan. Dengan persediaan itu kami tulis artikel dengan segala kesucian hati. Akan tetapi setelah melihat reaksi-reaksi fihak Islam, setelah melihat teriakan umat Islam, kami fikirkan lagi soal ini. Kami pertimbangkan lagi tulisan itu dan pengaruhnya kepada kalangan umum.
(Maka), datang sekarang kami keyakinan baru. Melihat sekarang kami kesalahan kami. Dan kesalahan ini kami akui di sini dengan perantaraan pers."
Uniknya. tak hanya Soemandari saja yang minta maaf. Ayah Sitti Soemandari, Sastrohoetomo, dari Madiun juga ikut menulis surat terbuka yang menyesalkan tindakan anaknya itu. Dia menulis begini:
"Sudah selayaknya jikalau seorang anak ada kesalahan, maka bapaknya pun turut merasa dan mengakui salah juga, sebab anak itu darah atau roh bapak, boleh dibilang anak dan bapak itu seolah-olah senyawa dan sejiwa."
Pada kasus lain, soal penistaan agama Sitti Soemnandari tiba-tiba muncul kembali muncul pada acara yang khusus. Hal itu adalah pada wafatnya Dr. Soetomo pada 2 Rabi'ul Akhir 1357/1 Juni 1938.