Sejarah

Bersatulah Kaum Sarungan! Dari Dimusuhi dan Diwaspadai Hingga Susah Berkompromi!

Kaum sarungan di sebuah pondok pesantren mengibarkan bendera merah putih pada hari ulang tahun kemerdekaan RI.
Kaum sarungan di sebuah pondok pesantren mengibarkan bendera merah putih pada hari ulang tahun kemerdekaan RI.

‘’Waspadalah kepada kaum sarungan!” Mungkin generasi masa ‘Z’ tak kenal frase inii. Tapi seruan mewaspadai kepada persatuan dan kebangkitan ‘kaum sarungan’ itu terjadi pada dekade paruh awal 1960-an hingga jelang tragedi peristiwa G 30 S PKI. Pada waktu itu aktvisi politik dari salah satu petinggi Partai Nasional Indonesia (PNI) Jawa Tengah, Hadi Subeno, yang mempelopori ujaran itu.

Lalu apa yang dimaksudkan wapada dengan kaum yang disebut sarungan? Jawabnya, pada era 60-an tu jelas yang dimaksudkan adalah kaum Muslim Indonesia. Ini karena kaum Muslimln iah yang terbiasa memakai kain itu yang di Mynmar di sebut ‘Longyi’ tersebut.

Bahkan DN Aidit sebut menyebut-nyebut kata 'sarung' ketika berpidato pada acara temu kader raksasa pada ulang tahun partainya ke 50 di Stadion Senayan. Aidit kala itu menyebut sarung sebagai lambang 'sikap lelaki yang keperempuan-perempuanan' (banci) kepada kader muda partainya yang tidak berani membubarkah organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Dia menyebut HMI sebagai biang anti revolusi.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Aidit yang kala itu berorasi dalam pertemuan di Senayan terbut mengatakan: 'Kalau kalian tidak dapat membubarkan HMI, maka lebih baik pulang ke rumah pakai sarung saja!"