Bahasa Sunda Vs Bahasa Indonesia: Mana yang Asing Mana Yang Asli Hingga Penjelajahan Luar Angkasa

Sejarah  
Budi Oetomo: Organisasi Priyayi Jawa yang mengingklan bahasa Jawa sebagai bahasa nasional,
Budi Oetomo: Organisasi Priyayi Jawa yang mengingklan bahasa Jawa sebagai bahasa nasional,

Sekitar dua puluh tahun silam terbit buku Remy Silado. Para kalangan bahasa dan seniman menyebut dia kamus berjalan. Kemampuan bahasanya luar biasa. Dia juga menguassai banyak bahasa alias seorang Polyglot. Remy yang menulis lagu, puisi mbeling, hingga teater, bermain film, hingga karya sastra novel yang berulangkali mendapat penghargaan itu,menulis buku berjudul ‘9 dari 10 Kata Bahasa Indonesia adalah Asing. Di buku itu Remy menyebut nama dirinya sebagai Alif Dana Munsyi.

Bila membaca buku itu pada hari ini ditengah heboh ‘larangan seorang pejabat, yakni jaksa’ dalam rapat memakai bahasa Sunda jadi isu menarik. Apalagi kemudian ada seorang anggota DPR dalam rapatnya meminta Jaksa Agung mencopot jaksa yang memakai bahasa Sunda dalam rapat itu. Sebab, katanya, pejabat negara harus berbahasa Indonesia dalam sebuah acara resmi.

Publik media sosial pun riuh hari ini. Dan harus diakui permintaan agar pejabat tak menggunakan bahasa Indonesia dalam rapat resmi memantik emosi rakyat Sunda. Budayawan Sunda misalnya melalui media social sudah mengomel. Dia mempersoalkan bukankah ngomong campur-campur dalam bahasa keseharian para pejabat itu biasa. Dia mengatakan tak mungkin selama rapat itu si jaksa itu ngomong seluruhnya pakai bahasa Sunda.’’Kenapa dipersoalkan sekarang. Bukankah pejabat sekarang terbiasa ngomong campur-campur antara bahasa Indonesa dan Inggris.”

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Dan bila makin dipersoalkan soal ini akan makin panjang kajiannya. Apalagi, kembali kepada buku Remy Silado, bahasa Indonesia itu memang bahasa yang campur-campur. Kata Remy, persatuan bagi bangsa Indonesia itu dibentuk oleh interaksi bahasa yang merupakan hasil interaksi antar bangsa-bangsa sejak kurun waktu yang lama.

Dalam sebuah perbicangan di Taman Ismail Marzuki, Remy yang saat itu masih sehat (kini dia tengah sakit), berkata begini. “Coba kamu kaji asal usul bahasa dalam teks proklamasi kita. Mana yang asli bahasa Indonesia?’’ Selain itu, Remy menyebut dengan kesal bahasa pejabat yang sering berbicara mirip kompeni VOC dan sok kepintar-pintaran karena berbicara penuh dengan idiom asing."Ngomong bahasa Indonesia saja tak puguh, eh sok ngomong bahasa asing campur bahasa Indonesia!"

Remy kemudian menyebut sebaris teks itu: Proklamasi. Kami bangsa Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaan Indonesia.”Kamu tahu proklamasi itu asalnya bahasa Inggris, ‘kami’ bahasa Gujarat dari kata ‘dami, bangsa Sansekerta (wangsa), menyatakan (nyoto; bahasa Jawa), kemerdekaan (bahasa Jawa/sansekerta: mardika), Indonesia itu bahasa Eropa/barat/Yunani (indo+nesos). Lalu mana yang asli?”

Dan memang dalam bukunya berjudul 9 dari 10 Kata Bahasa Indonesia adalah Asing, di sana dipaparkan bahwa yang dimaksud sebagai asing di sini ialah: bukan saja bahasa-bahasa Eropa (Belanda, Portugis, Inggris, Perancis, Spanyol, Yunani, dan Italia), atau bahasa-bahasa Asia ( Sansekerta, Arab, Tionghoa, Tamil, Persia, dan Ibrani), melainkan juga bahasa-bahasa daerah Indonesia sendiri (Jawa, Minangkabau, Betawi, Sunda, Bugis-Makasar, Batak dan lain-lain).

Remy dalam buku itu menuliskan narasi mengenai sebuah cerita untuk menerangkan asal-usul bahasa itu.Contohnya begini:

"Meski hari gerimis, setelah sembahyang lohor, para santri mengayuh roda sepedanya ke pasar, disuruh paderi membeli koran dan majalah, tetapi ternyata kiosnya disegel sebab bangkrut, jadi mampirlah semuanya di toko buku yang uniknya malah menyediakan perabotan khusus keluarga yang ditaburkan di meja baca, antara lain teko porselen, peniti emas, lap, setrika listrik, serta kalender berfoto artis idola".

Nah, selanjutnya mari kita simak satu per satu kata-kata dalam cerita Remy itu.

Meski (Portugis: masque), hari (Sanskerta: gelar dewa pengatur surya), setelah (Kawi: telas), sembahyang (Sanskerta: sembah hyang), lohor (Arab: dzuhur), para (Kawi: para), santri (Tamil: santri), mengayuh (Minangkabau: kayuh), roda (Portugis: roda), sepeda (Perancis: velocipede), pasar (Persia: bazar), disuruh (Kawi: suruh), paderi (Spanyol: padre), membeli (Campa: blei), koran (Belanda: krant), majalah (Arab: majalla), tetapi (Sanskerta; tad-api), ternyata (Jawa: nyata), kiosnya (Inggris: kiosk), disegel (Belanda: zegal), sebab (Arab: sababun), bangkrut (Italia: bancarotto), jadi (Sanskerta: jati), mampirlah (Jawa: mampir), semuanya (Sanskerta: samuha), toko (Tiongkok: to-ko), buku (Belanda: boek), yang (Austronesia: ia + ng), uniknya (Perancis: unique), malah (Jawa: malah), menyediakan (Sanskerta: sedya), perabotan (Betawi: perabot), khusus (Arab: khusus), keluarga (Sanskerta: kula warga), ditaburkan (Ibrani: tabbwur), meja (Portugis: meza), baca (Sanskerta: waca), antara (Sanskerta: antara), lain (Kawi: liyan), teko (Tionghoa: te-ko), porselen (Inggris: porcelain), peniti (Portugis: alfinete), emas (Sanskerta: amasha), lap (Belanda: lap), setrika (Belanda: strijkezer), listrik (Belanda: elektrisch), serta (Sanskerta: saratha), kalender (Belanda: kalender), berfoto (Yunani: photo), artis (Inggris: artist), idola (Yunani: eidolon).

Contoh lain dari Remy, simaklah kalimat model 'kontak' dari sebuah harian nasional ternama. "Gadis, 33, Flores, Katolik, sarjana, karyawati, humoris, sabar, setia, jujur, anti merokok, anti foya-foya, aktif di gereja. Mengidamkan jejaka maks 46, min 38, penghasilan lumayan, kebapakan, romantis, taat, punya kharisma."

Mari kita simak lagi satu per satu kata-kata dalam kalimat di atas.

Gadis (Minangkabau: tuan gadis, panggilan perempuan turunan raja), Flores (Portugis: floresce), Katolik (Yunani: katolikos), sarjana (Jawa: sarjana), karyawati (Sanskerta: karyya), humoris (Latin: humor + Belanda: isch), sabar (Arab: shabran), setia (Sanskerta: satya), jujur (Jawa: jujur), anti (Latin: anti), merokok (Belanda: roken), foya-foya (Menado: foya), aktif (Belanda: actief), gereja (Portugis: igreja). Mengidamkan (Kawi: idam), jejaka (Sunda: jajaka), maks (Latin: maksimum), min (Latin: minimum), penghasilan (Arab: hatsil), lumayan (Jawa: lumayan), kebapakan (Tionghoa: ba-pa), romantis (Belanda: romantisch), taat (Arab: thawa'iyat), punya (Sanskerta: mpu + nya), kharisma (Yunani: kharisma).

Jadi silahkan anda menilai sendiri apa soal kontroversi bahasa Sunda dan Bahasa Indonesia menjadi penting hari ini? Apa justru malah tidak membuat persatuan semakin tak berartii karena hanya mengakui persatuan (ke-Ika-an) dari pada ke-bhineka-an? Atau justru kita ingin kembali ke masa Budi Utomo lagi yang ingin memakasa bahasa daerah, yakni Jawa, sebagai bahasa persatuan?

Kalau sepakat begitu, maka selaku penggemar lagu Oma Irama saya setuju saja. Ingat lagu Oma Irama hampir semuanya berbahasa Indonesia. Nasib ini akan malang kepada lagu Padangnya Eli Kasim Ayam den Lapeh atau lagu Jawa-nya Didi Kemput dari Sewu Kutho hingga Stasiun ‘mBalapan’. Lagu mereka tak diakui sebagai lagu orang Indonesia.

Padahal sebagai orang Indonesia kita harus bangga bahwa ternyata lagu daerah itu yang justru dibawa satelit penjelajah luar angkasa . Dan ternyata yang dibawa ke ruang angkasa sebagai lambing kebudyaan umat manusia di bumi itu bukan lagu berbahasa Indonesia. Lagu yang dibawa ternyata sebuah tembang Jawa berjudul 'Ketawang Puspawarna' menjadi bagian dari Voyager 1 yang kini terbang ke angkasa.

Nah, dalam Voyager 1 itu terdapat Voyager Golden Records yang merupakan rekaman yang dikirim ke luar angkasa oleh Amerika Serikat pada tahun 1977 yang lalu.

Voyager sendiri diluncurkan untuk meneliti keberadaan planet lain, hingga melihat adakah planet lain yang berpenghuni selain bumi. Voyager sendiri dikirimkan selama 48 tahun lamanya, dan berharap akan kembali lagi membawa hasil penelitian tersebut ke bumi sekitar tahun 2025 yang akan datang.

Akhirnya, semua harus ingat definsi budaya Indonesia dari Ki Hajar Dewantara yang merupakan pangeran dari Keraton Pura Pakualaman Yogyakarta itu. Dia mengatakan: Budaya Indonesia adalah puncak-puncak dari budaya daerah!

Jadi perlukah kita berpolemik soal bahasa daerah versus bahasa nasional itu. Ingat meski eksistensi bahasa daerah di jamin dalam konstitusi, namun pada kenyataannya bahasa daerah banyak yang mulai punah. Padahal bahasa daerah adalah kekayaan negara Indonesia tercinta ini!

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image