Mengenang Keriuhan Stadion Senayan dan Iswadi Idris Dalam Final Pertandingan Pra Olimpiade 1976

Sejarah  
Iswadi Idris pada masa jayanya di dekade 1970-an.
Iswadi Idris pada masa jayanya di dekade 1970-an.

Iswadi Idris adalah sosok penting dalam sepakbola Indonesia. Selain pernah lama menjabat sebagai kapten tim nasional di era puncak kejayaan, yakni era akhir 1960-an sampai pertenganag 1970-an, sosok mungil dan gempal mirip Maradona ini mempunyai banyak cerita manis dan pahit ketika memimpin tim nasional PSSI.

Di era Iswadi Idris itu timnas Indonesia memiliki mutu yang saat itu sangat baik. Mereka bediri sejajajar atau setara dengan tim raksasa Asia semacam Korea Selatan, Arab Saudi, dan Jepang. Tak heran tim ini penuh cahaya kegemilangan. Kesebelasan Indonesia menjadi juara pada berbagai kejuaraan penting kala itu, seperti Piala Aga Khan 1967 di Pakistan, Kings Cup di Bangkok setahun berselang, serta Piala Pesta Sukan di Singapura pada 1972.

Dan kecemerlangan ini pun berlanjut hingga tahun 1976. Saat itu dengan pemimpin umum PSSi dipegang Bardosono mencanangkan target meloloskan timnas ke turnamen Olimpiade 1976 di Montreal, Kanada. Target ini wajar sebab timnas saat itu memang jempolan.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Pada babak penyisihan olimpiade Iswadi Idris dkk menjalaninya dengan mulus. Semua tim dibabatnya habis. Pada babak kualifikasi dimulai yang dimulai dari tanggal 15 sampai 26 Februari 1976. Indonesia berada satu grup bersama dengan Korea Utara, Malaysia, Singapura, dan Papua Nugini. Pada pertandingan pertama, Indonesia hanya bermain imbang 0-0 melawan Singapura sebelum membantai Papua Nugini 8-2. Akan tetapi di pertandingan ketiga Indonesia dikalahkan Korea Utara 1-2. Kekalahan ini membuat peluang Indonesia terancam tertutup bila tidak bisa mengalahkan tim Malaysia. Syukurnya, dalam pertandingan di Senayan yang disaksikan sekitar 120 ribu pasang mata Indonesia menang dengan skor 1:0. Maka kini Indonesia harus kembali bertemu melawan Korea Utara untuk menentukan jawara dan sekaligus wakil Asia ke Olimpiade Montreall 1976.

Ketika ditanya mengenai kenanangan pertandingan itu, sembari duduk ngobrol santai di tepi lapangan stadion Senayan, Iswadi Idris (almarhum) ekspresi wajahnya tetap menunjukkan kesedihan. Wajahnya tampak tak gembira.

''Ya, saat itu saya malah ngeri. Di samping kami harus menang, saya lihat penontonnya luar biasa banyak. Lebih banyak saat Melawan Malayasia yang katanya mencapai 120 ribu. Semua tempat di stadion Senayan penuh orang berjejal. Bahkan terlihat banyak sekali orang menontonnya di atap stadion. Kala itu saya sangat khawatir Stadion Senayan roboh,'' tukas Iswadi.

Iswadi menceritakan lawannya memang tim hebat. Sudah selama 90 menit habis-habisan menyerbu gawan Korea. namun, hasilnya nihil. Gawang Korea Utara tetap tak bisa jebol. Skor tetap 0:0. Maka pertandingan harus dilanjutkan dengan menjalan dua babak lanjutan.''Nah, di babak kedua saya merasa pertandingan sangat panjang. Saking capeknya beberapa teman, seperti Anjas Asmara, sempat kram dan cidera. Begitu juga yang lain. Hingga babak perpanjangan berakhir skor tetap 0:0. Kala itu keadaan tenaga kami sudah habis, Bahkan sudah merasa kaki tak bisa lagi berjalan,'' lanjut Iswadi.

Dan di babak lanjut itulah, kisah buruk terjadi. Iswadi yang kala itu meminta kepada pelatih PSSI asal Belanda Wiel Coerver untuk menunjuk siapa saja pemain yang akan melakukan tendangan penalti. Lima penendang pertama itu adalah Iswadi Idris (kapten), Junaedi Abdillah, Waskito, Oyong Liza, dan Anjas Asmara. Sementara Risdianto dan Suaeb Rizal disiapkan sebagai penendang berikutnya apabila babak tos-tosan ini berlanjut hingga ke babak sudden death. Iswadi dan dua rekannya penendang pertamnya sukses melakukan eksekusi. Bahkan Indonesia kala itu sudah unggul 3:2.

Sayangnya dua tendangan berikutnya dari Oyong Liza dan Anjas Asmara gagal. Semua berhasil ditepis oleh kiper Korea Utara, Jin In Chol. Bahkan Korut bisa menyamakan kedudukan menjadi 3-3. Adu pinalti kini masuk ke babak hidup masti atau sudden death.

Pada babak 'sudden death' ini Korut malah semoat berbalik unggul 4-3. Keuanggulan ini disamakan oleh Risdianto. Korut unggul 5-4 setelah Ronny Paslah gagal melakukan eksekusi. Akhirnya, beban beban berat berada di pundak Sueb Riza. Tendangan dia kini menjadi penentu lolos tidaknya Indonesia ke Montreal. Sayangnya, meski Sueb melakukan tendangan dengan penuh keyakin, sepakan kaki pada gawan Korea Utara melenceng jauh dari mistas. Tim Indonesia takluk. Impian untuk mengulang cerita bisa bermain di Olimpiade seperti pada era Ramang dkk pada tahun 1958 melayang jauh.

'"Setelah itu dengan tubuh lunglai kami meninggalkan stadion Senayan. Rasanya gimana gitu. Saya sempat tak bisa tidur. Sedih sekali,'' ungkap Iswadi.

Kisah Iswadi ini selalu terngiang ketika penulis datang ke Stadion Senayan. Apalai kala melihat tribun dan rumput lapangan stadion itu. Saya seperti melihat kembali sosok Iswadi yang duduk mengobrol sembari melihat latihan timnas saat mencoba stadion kebangsaan Indonesia yang diarsetiki insinyur Sovyet itu.

Alfatikhah untuk Om Iswadi Idris yang ramah dan lucu. Bahkan, kisah ayah kami yang bercerita mengenai sikap 'kegilaannya' pada bola kala Iswadi saat kuliah di Yogyakarta dengan ke mana-mana membawa bola, terekam samapai sekarang. Om Iswadi janganlah sedih? Ingat Om prestasi timnas masa itu belum bisa terpecahkan sampai zaman ini!

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image