Belajar Pada Mitos Orang Jawa dari Meletusnya Gunung, Komet Halley, Hingga Munculnya Goro-goro

Sejarah  

Melalui catatan sejarah gunung berapi, meletusnya Semeru (Mahameru) yang berada di Jawa Timur tercatat mulai 1818. Persisnya, letusan itu terjadi pada 8 November. Dari catatan yang ada setidaknya sampai hari ini, saat Semeru hari ini meletus lagi, setidaknya sudah meletus sebanyak 87 kali. Gunung api ini jelas termasuk gunung berapi sangat aktif. Keaktifannya hanya kalah dari salah satu gunung teraktif di dunia yang berada di dekat Yogyakarta: Gunung Merapi.

Dari namanya, Mahameru memang termasuk gunung salah satu yang mempunyai puncak tinggi di Indonesia. Ketinggian gunung ini yang mencapai 3.676 mdpl menempati posisi keempat sebagai gunung tertinggi di Indonesia, yakni setelah Gunung Puncak Jaya di Papua, Kerinci di Provinsi Jambi, dan Rinjani di Nusa Tenggara Barat.

Saking tingginya, sejak lama gunung ini menuai kekaguman. Dalam bahasa Jawa Kuno pun, makna Mahameru sudah dahsyat. Kata 'Maha' itu berarti 'sangat', 'Meru' sendiri berarti puncak atau kerucut. Jadi, gunung yang punya puncak 'sangat tinggi'.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Dari sisi mitologi, orang Jawa dahulu kerap memadankan dengan gunung Himalaya di India. Puncaknya juga ada yang menyebut sebagai tempat moksa para satria Pandawa Lima (Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa). Nilai suci gunung ini terlihat sampai sekarang dengan banyak peninggalan tempat keagamaan Hindu beserta sisa padepokannya.

Bahkan disebut juga di sanalah tempat tinggal Empu Barada, sosok orang suci dalam kepercayaan Hindu yang membagi wilayah kerajaan Prabu Airlangga menjadi dua: Janggala dan Kediri. Konon Empu Barada membagi kerajaan itu dengan cara terbang sembari mengucurkan kendi yang berisi air. Air itu kemudian berubah jadi Sungai Brantas yang membelah wilayahnya.

Ketakjuban kepada Gunung Semeru atau Mahameru lestari hingga zaman sekarang. Berbagai lukisan dari para pelukis terkenal mengabadikannya. Berbagai lagu dari lagu memakai bahasa Jawa, keroncong, dan pop memuji keanggunanya. Penyanyi jalanan klasik kelahiran Jombang, Gombloh, melalui grup Lemon Trees mengisahkan keelokan berbagai danau yang ada di pinggang Gunung Semeru, misalnya, lagu Ranu Pane. Ahmad Dhani dari grup band Dewa menuliskan lagu berjudul 'Mahameru'. Lagu ini dinyanyikan penyanyi yang kadang suaranya dimirip-miripkan agar serak seperti penyanyi top Inggris Rod Stewart dan Bryan Adams: Ari Lasso.

Terkait meletusnya Gunung Semeru ini ada kenangan pribadi melalui kisah yang diceritakan eyang kami. Katanya, pada peristiwa meletusnya gunung itu di tahun 1955, rumah kami yang berada di sebuah kampung kami di pesisir selatan Jawa Tengah mendadak gelap gulita. Padahal waktu itu suasana menjelang tengah hari. Saking gelapnya binatang piaraan menjadi ribut. Ayam jantan riuh berkokok.

Adik bungsu eyang buyut kami yang baru pulang dari Pesantren Termas di Pacitan ikut bingung. Dia malahan panik dan kemudian lari ke dalam rumah mencari Alquran. Katanya, kalau tulisan Alquran tiba-tiba terhapus maka itu pertanda bila kiamat sudah datang.

Namun, untunglah ketika adik eyang itu lari ke dalam rumah untuk membuka Alquran, dia kemudian berteriak bila tulisannya masih ada. Maka dia pun berucap berarti kegelapan ini bukan pertanda kiamat datang. Apalagi kegelapan itu bersamaan dengan datangnya hujan abu.

"Kalau ada hujan abu berarti ada gunung 'mbledos' (meletus--Red)," kata adik bungsu eyang yang anak pesantren itu. Dan benar saja, beberapa pekan kemudian penduduk kampung kami paham bila hujan abu yang bikin gelap gulita kampung dalam beberapa saat itu berasal dari letusan Gunung Semeru atau Mahameru yang meletus.

Akhirnya, mudah-mudahan juga meletusnya gunung tertinggi di Jawa ini bukan menjadi pertanda buruk datangnya 'pagebluk' (pandemi) yang lebih dahsyat. Kalau sampai ini terjadi tentu mengerikan karena sekarang ini masyarakat pun tengah hidup 'sempoyongan' terpapar pandemi Covid.

Mudah-mudahan juga kepercayaan orang Jawa bahwa bila ada gunung meletus sebagai isyarat alam akan terjadi 'peristiwa besar' yang akan menyengsarakan rakyat, tak terbukti. Ingat dahulu sebelum perang Jawa yang dipimpin Pangeran Diponegoro pada 1825-1830 terjadi, ada gunung yang meletus, yakni Gunung Merapi. Selain itu, juga didahului pula dengan meluasnya wabah penyakit kolera yang memakan banyak korban.

Npvel Ahmad Tohari yang berlaatar belakang kisah kemunculan 'Lintang Kemukus' atau komet Halley.
Npvel Ahmad Tohari yang berlaatar belakang kisah kemunculan 'Lintang Kemukus' atau komet Halley.

Tak hanya soal mitos terkait gunung Meletus, mitos datangnya zaman goro-goro (ontran-ontran) juga terjadi pada menjelang tragedu berdarah pemberontakan PKI 1965. Orang Jawa kala itu ribut mengkaitkan munculnya komet Halley yang mereka sebut sebagai ‘lintang kemukus’. Jejak mitos ini abadi karena dimuat sebagai latar belakang novel legendaris Ahmad Thohari yang berkisah soal nasib seorang ronggeng di dukuh Paruk bernama Srintil pada saat kasus itu terjadi. Dengan munculnya ‘Lintang Kemukus’ itu orang Jawa memang percaya akan datang masa ‘Goro-Goro’ atau huru-hara yang masif dan meluas.

Maka atas segala mitos dan munculnya tanda-tanda yang tak baik, marilah kita berdoa hal-hal buruk semacam itu tak terjadi lagi seusai Mahameru meletus atau bila nanti muncul tanda-tanda alam lain, misalnya munculnya ‘Lintang Kemukus’! Mudahan-mudah ini bukan tanda-tanda yang oleh para dalang pertunjukan wayang kulit disebut datangnya babak zaman: Goro-goro.

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image