Agama

Idealitas Nusantara Soekarno, Koes Plus Hingga Iwan Fals: Kekayaan dan Kelestarian yang Mulai Hilang

Kapal-kapal besar Nusantara sudah ada jauh sebelum Ceng Ho dan Colombus datang.

Bagi generai milienal apa itu idealita Nusantara memang sukar mengalami langsung. Apalagi media massa massa hingga media sosial jarang sekali mengungkapkan. Padahal generasi zaman dahulu selalu dijejali idealitia atau gambar tentang negeri Nusantara yang sebbut Presiden Sukarno dengan mengutup cerita pewangan sebagai negeri 'Loring Kuru' (negara yang berada di luar negeri kuru.

Bung Karno mengatakan 'lorong kuru' adalah sebuah negeri yang punya tanah subur punya udara yang tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin. Negeri yang enak bak hidup dalam surga. Putra Bung Karno, Guruh Sukarno menyebut dalam salah satu lagunya sebagai 'jamrud katulistiwa' sebagai negeri yang penuh bunga dan rama-rama (ku-kupu) dan yang nirmala (tak ada mala, yakni pademi atau penyakit).

Begini lagunya:

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Uniknya idealita ini juga hadir dalam serial grup musik legenadaris Koes Plus. Mulai Akhir awal dekade 1970-an, grup ini menuliskan lagu mengenaii Nusantara secara serial. Sama dengan guruh, lagunya juga penuh dengan puja-puji alam dan kekayaan Indonesia dari tambang hingga hutan. bahkan Koes Plus menyebut Nusantara sebagai negeri yang punya lautan air asin melainkan sebuah kolam susu. Bahkan menyebut tanpa ada badai dan topan hingga nelayan makmur menangkap ikan hanya dengan berbekal alat sederhana, yaki kail dan pancing. Ikan udang oleh nelayan bukan dicari, melainkan naik dan meloncat ke dalam jaring dan perahunya.

Baik Soekarno, Guruh, hingga Koes Plus menyebut alangkah mudahnya hidup di Indonesia. negara sentosa dan makmur rakyatnya. Hutan dan pegunungan yang penih bunga lestai. Alam 'ijo royo-roro menentram hati.

Idelita ini kemudian berlanjut pada lagu penyanyi top yang merupakan 'macan festival', Harveiy Malaiholo. Dari itu tergambari Indonesia atau nisantara bak lukisan 'Indisce moy' zaman Belanda. Serba indah, alam teraturs, hutan lestari, pohon nyiur melambai-ambai. Negeri yang selalu santari tepat untuk pakansi alias liburan.

Lagu semacam itu pun jejaknya cukup banyak. Lagu wajib Karya Ismail Marzuki 'Rayuan Pulau Kelapa malah sejak awal kemerdekaan memuja negeri ini bergitu Indahnya. Ini agak berbeda dengan lagu 'Indonesia Raya' yang penuh semangat dan gelora. Lagu Rayuan Pulau Kelapa biramnya pun berjenis Hymne lagu pujian yang sayu.

Ideaita ini kontan berbalik dengan lagu tentang Nusantara atau Indonesia dari Iwan Fals misalnya. Dia menampilkan kenyataan nyata negeri yang memang kaya sumber alam dan hutan (sayangnya pada hari ini sumber alam mulai habis, minyak harus impor, hutan belantara Kalimantan gundur penuh lobang termbangan dan membuat banjir). Iwan Fals melalui lagunya itu memberontak atas semua puja-puji atas kekayaan alam dan negeri yang ditamsilkan serba indah bak tanag surga itu. Begini lagunya:

Bila di simak, lagu itu merubah dengan total mengenai sistuasi Indonesia hari ini. Nusantara atau Indonesia yang berlambang Garuda harus menyingkirkan kutu di sayapnya, dan di tiang bendera merah putih harus disingkirkan benalu.

Adanya kontras dua ini maka perlu menjadi renungan apa yang disebut Nusantara dalam impian masa lalu dan kenyataan hari ini. Memang negeri yang kaya bahan alam bisa mendatangkan banyak devia, tapi ingat belajar dari Timur Tengah, kekayaan alam malah menimbulkan onflik, perpecahan, hingga perang. Apalagi di masa depan setiap negara pasti akan berebut penguasaan sumber daya alam, air, dan bahan pangan.

Jadi kalau di nina bobokan dengan idealita dan jargon dalam sanjungan negeri ini tak akan melangkah ke mana-mana. Bila tidak sekedar sadar dan bangun dari mimpi seperti yang didendangkan Iwan Fals itu maka Indonesia, meminjam Istilah Bung Karno hanya menjadi: Negara kuli yang menjadi kuli di antara bangsa-bangsa.

Maka bangunlah dan sadarlah. Sanjungan negeri yang indah, makmur dan permai tak diperlukan. Ingat banjir sudah melanda di mana-mana, termasuk Kalimantan yang dari dahulu kala tak pernah alami banjir bandang! Minimal, jangan biarkan alam kita rusak binasa. Sebab, berbeda dengan kala menjelahi kawasan eropa hingga pedalam, di sana terasa negeri yang lestari, indah, dan terjadga. Di sini....?