Karavan Mobil Haji Dagistan: Terkenang Muslim Rusia Kala di Makkah

Agama  
Sebagian rombongan jamaah haji asal Rusia yang ke Makkah dengan menggunakan mobil karavan tengah melepas lelah di Terminal Kudai, Makkah
Sebagian rombongan jamaah haji asal Rusia yang ke Makkah dengan menggunakan mobil karavan tengah melepas lelah di Terminal Kudai, Makkah

"Kami memang melakukan perjalanan panjang!" Lelaki brewok bertubuh kekar bernama Abu Kholid menyampaikan hal ini di bawah kerindangan pohon di Terminal Kudai Makkah.

Udara siang padang pasir panas menyengat. Ini membuat Kholid yang pergi haji ke Makkah dari Rusia bersama beberapa anggota keluarganya dengan menumpang mobil karavan berlindung di bawah pohon yang rindang."Udara panas juga kadang membuat mobil kami bermasalah. Sebab, kendaraan ini memang dibuat untuk daerah dingin. Ketika memasuki kawasan Timur Tengah, radiatornya sering rusak. Mesin menjadi panas," ujarnya lagi.

Membayangkan cara pergi berhaji Kholid dan rekan-rekannya jelas tak sebanding dengan cara berhaji orang Indonesia saat ini. Mereka tak naik kapal terbang, tapi mengendarai kendaraan darat. Panjang perjalannya jelas tidak main-main, sekitar 5.000 kiometer.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Jarak sepanjang ini mereka tempuh selama 10 hari untuk sekali jalan. "Kami melintasi banyak negara. Kami menyopir siang malam. Shalat, tidur, dan makan di mana saja. Setiap kali merasa capai kami berhenti untuk beristirahat," kata Kholid.

Di Kudai saat itu memang terlihat beberapa mobil van buatan Rusia merek Gazele yang dibuat menjadi mobil karavan. Di bagian tengah kendaraan itu ada tempat tidur susun yang mungil.

Di bagian belakang ada dapur sekaligus gudang untuk menaruh barang. Dalam satu mobil ditumpangi tiga orang. Holid pergi haji ke Makkah dengan anak lelaki yang sudah remaja dan istrinya, Fatimah.

Sebagian rombongan jamaah haji asal Rusia yang ke Makkah dengan menggunakan mobil karavan tengah melepas lelah di Terminal Kudai, Makkah. Kolid berpakaian hitam-hitam.
Sebagian rombongan jamaah haji asal Rusia yang ke Makkah dengan menggunakan mobil karavan tengah melepas lelah di Terminal Kudai, Makkah. Kolid berpakaian hitam-hitam.

Negara asal Kholid adalah Daghistan (Dagestan) adalah negara bagian Republik Rusia. Negara ini ada di Rusia. Sebagian besar beretnis Turki dan beragama Islam. Populasinya sekitar 2,6 juta jiwa. Negara ini kaya bahan tambang seperti minyak, gas, dan batu bara. Tanahnya subur karena berada di pegunungan Kaukasia. Ada danau yang luas di dekat Laut Kaspia dan puncak Gunung Bazardyudi yang tinggi menjadi 4.466 meter.

Warga Muslimnya menganut Mahzab Suni-Syafii. Di sana juga ada orang Yahudi. Populasi Kristen yang hanya delapan persen, kebanyakan berasal dari etnis Slavia. Sosok pejuang yang sangat dikenal adalah Imam Shamil yang pada abad ke-18 berperang melawan kolonial Rusia. "Imam Shamil adalah pejuang dan guru kami. Di sana juga ada Imam Murat. Mereka pejuang Daghistan," ujar Kholid.

Dia juga menceritakan perjuangan bangsa Daghistan yang diokupasi Rusia pada 1813, yang kemudian menyatu menjadi Uni Sovyet komunis yang kini telah hancur berkeping itu. Sejak itulah, etnis Rusia yang populasinya minoritas di kawasan Asia Tengah-Utara kemudian menguasai banyak wilayah seperti Dagestan. Ini terjadi seiring Revolusi Bolshevik yang berhasil menjungkalkan Kekaisaran Tsar Nikola II, oleh Vladimir Lenin pada 1917 yang kemudian memproklamasikan gabungan negara koloninya sebagai Union of Soviet Socialits Republicks (USSR) tersebut.

Menurut Kholid, perjalanan haji bagi orang Daghistan memang harus dipersiapkan dengan matang. Tak hanya menyiapkan uang untuk membeli mobil dan membiayai perjalanan, mereka juga menyiapkan kesehatan badan secara baik.

Perjalanan panjang lintas negara dengan rute Daghitsan, Azerbaijan, Iran, Turki, Suriah, Yordania, dan Arab Saudi bolak-balik jelas melelahkan serta berbiaya besar. "Sekali jalan rombongan bisa mencapai puluhan kendaraan," tuturnya.

Rombongan diatur dalam kelompok kecil masing-masing empat kendaraan. Dalam kelompok itu harus ada satu orang mekanik yang paham seluk-beluk mesin mobil. Suku cadang kendaraan yang penting juga dibawa dalam satu mobil khusus.

Selain menyiapkan bekal fisik dan rohani yang cukup ketika hendak berangkat haji, para pengelana ini semuanya menguasai bahasa Arab. Sebagian besar juga menguasai bahasa Inggris.

Bahkan khusus untuk Kholid, di mobilnya terlihat menumpuk aneka bahan bacaan. "Saya beli berbagai kitab baru di sini. Ada yang bahasa Inggris ataupun Arab. Kami memang tak bisa buka internet karena harus berpindah tempat sehingga koneksinya sulit", tuturnya.

Sebagai sarana komunikasi, mereka menggunakan telepon selular biasa dan satelit. "Untuk yang biasa, kami harus ganti kartu baru setiap kali melintasi negara yang berbeda."

Apakah masih ingin balik lagi ke Makkah meski perjalanan panjang dan sulit? Holid menjawab dengan mengangguk. "Lima tahun lalu kami datang,'' katanya.

Sebagian rombongan jamaah haji asal Rusia yang ke Makkah dengan menggunakan mobil karavan tengah melepas lelah di Terminal Kudai, Makkah.
Sebagian rombongan jamaah haji asal Rusia yang ke Makkah dengan menggunakan mobil karavan tengah melepas lelah di Terminal Kudai, Makkah.

******

Terkait kegigihan dan perjuangan para haji yang naik kendaraan darat dengan menempuh perjalanan darat sekitar 15.000 Km itu, ada tulisan dari Michel Schwirrtzdec pada tahun 2007 silam. Dia mengisahkan seperti apa orang Dagestan yang menjadi negara bagian Federasi Rusia itu pergi haji. Ceritanya dimulai dari kisah Gulsine Fatakhudinova, seorang Muslim Tatar berusia 56 tahun.

Schwirrtzdec melukiskan pandangan mata ketika dia datang membawa koper untuk berdoa di masjid yang kehijauan di Moskow tengah itu. Badannya terselip di antara salah satu dari lusinan orang yang tiba masjid itu satu yang terbungkus mantel tebal dan topi bulu dalam hari-haru terakhir musim dingin. Pakaian tebalnya itu akan terus dia kenakan, setidaknya untuk sementara waktu sampai udara dingin sedikit mereda. Schwirrtzdec menulis tentang kebangkitan agama, khususnya agama Islam, di Rusia.

Memang bagi kebanyakan orang Indonesia banyak yang belum tahu bahwa Muslim dan jamaah haji asal Rusia cukup banyak. Bagi yang kaya mereka naik pesawat terbang untuk sampai ke Makkah. Tapi bagi yang 'cukupan' dan ingin berpetualang mereka naik kendaraan roda empat seperti yang sempat saya temui di Terminal Khudai, Makkah, itu.

Selanjutnya dalam tulisannya Schwirrtzdec menulis kisah begini: Selama beberapa dekade Gulsine Fatakhudinova dan orang Muslim Rusia lainnya memang dihalangi oleh Soviet untuk melakukan ritual suci Islam itu, yakni pergi berhaji. Tapi seiring dengan perubahan rezim dan runtuhnya Uni Sovyet, mereka kini termasuk di antara puluhan ribu Muslim Rusia mendapat kemudahanan untuk melakukan perjalanan haji ke Arab Saudi.

Bahkan jumlah mereka telah membengkak dalam beberapa tahun terakhir. Sebagian besar berkat kekayaan Rusia yang terus bertambah dan peningkatan stabilitas di wilayah pegunungan Kaukasus Utara yang didominasi Muslim, termasuk Chechnya dan Dagestan. Kemakmuran pun mulai datang akibat memudarnya efek buruk dari hampir satu dekade hidup dalam suasana perang.

Hebatnya, bukan hanya sekali, Fatakhudinova pun melakukan perjalanan haji untuk kedua kalinya."Tahun ini saya akan pergi untuk ibu saya, untuk ibu saya yang sudah meninggal, yang tidak dapat pergi haji selama hidupnya," katanya. Dia menjelaskan bahwa keluarganya dari dahulu selalu beragama, bahkan selama era komunis Soviet sekalipun.

"Aku pergi untuk Allah," kata Fatakhudinova. “Ini agar ketika di hadapan Tuhan, yakni ketika kita dibangkitkan, ibu saya akan merasakan bila dirinya sebagai seorang haji."

Terkait haji, dahulu pemerintah Soviet hanya mengizinkan 18 orang setiap tahun untuk melakukan perjalanan. Hal ini dikatakan Rushan Abbyasov, direktur hubungan internasional di Dewan Mufti Rusia. Namun sekarang, pembatasan ini tak ada lagi.’’Pembatasan hanya pada jumlah peziarah berasal dari Arab Saudi, yang menjadi tuan rumah bagi haji,’’ katanya.

Tak hanya Islam, agama lain seperti Kristen Ortodoks, juga sedang dalam keadaan kebangkitan di Rusia setelah bertahun-tahun dikurung di dapur dan ruang bawah tanah Uni Soviet. Kala itu, rezim komunis sangat membatasi praktik terbuka semua agama.

Rusia setidaknya kini memiliki sekitar 4.000 masjid. Ini tentu saja berbeda jauh bila dibandingkan dengan jumalh masjid yang hanya 90 buah pada era Uni Soviet. Di Moskow, belanja makanan dan toko-toko Muslim pun marak. Gerai busana Muslim telah muncul, dan rumah sakit pertama yang melayani umat Islam juga telah dibuka.

Lalu bagaimana sikap Presiden Rusia Vladimir Putin? Pihak Kremlin ternyata telah bekerja untuk membangun fasilitas Muslim dan termasuk keleluasaan untuk melakukan ziarah haji. Ini tampaknya diambil sebagai bagian dari strategi untuk menangkal potensi keresahan di kalangan Muslim. Putin menganggap Muslim adalah bagian tak terpisahkan dan menjadi tulang punggung kekuatan Rusia. Sikap ini tercermin secara jelas ketika dia memberikan selamat kepada Khabib setelah menekuk pria berdarah Irlandia, MacGregor.

Kemudian bagaimana kaitannya dengan ingatan film The Gang of New York? Maka jawabannya kok sepertinya cukup tepat untuk mengerti mengapa MacGregor berani berbuat kasar dan brutal seperti itu. Dalam film yang mengisahkan para pendatang Irlandia pada masa awal Amerika Serikat itu hanya berisi adegan tindakan brutal dan kekerasan. Tak ada penyesalan meski telah melakukan tindakan rasis, menghina agama dan pribadi orang, merusak properti seperto di lakukannya dengan merusak bus official Khabib di Broklyn, New York sewatu tengah berlatih dulu.

Atau inikah cara orang Eropa dan keturunannya ketika menghina untuk memrpovokasi orang lain. Ingat kisah tandukan kemarahan Zainudin Zidane saat final Piala Dunia kepada Marco Materazi. Kapten sepabola tim Perancis tiba-tiba menanduk dada pemain Italia yang terus meneriakan kalimat seperti dikatakan Conor Mg Gregor. Menghina agama dia hingga mengatai ibunya seperti perempuan jalang. Ini dilakukan dia karena ingin menghalangi Zidane agar tak tampil sempurna pada pertaningan final piala sepakbola dunia itu.

Nah, dalam film yang di sutradari legendaris Martin Scorsese itu alur cerita mirip. Kisah para pendatang awal otang Eropa masa awal di Amerika (New York) tergambar jelas. Di sana para pendatang asal Irlandia dari awal hingga akhir terlihat hanya hidup dengan melakukan kekerasan dan darah. Entah mengapa sosok MacGregor kemudian eksis dengan sosok yang diperankan kaum pendatang yang juga asal Irlandia tersebut. Berbeda dengan Khabib, MacGregor enggan minta maaf. Bahkan, setelah 36 jam sejak pertarungan, Gregor malah mengatakan bila dia hanya kalah dalam pertempuran, bukan peperangan. Ini artinya perseteruan berlanjut.

Maka, apakah benar pikiran saya? Apakah pejoratif ini hanya stereotip saja seperti kita menyebut orang Jawa Solo dan Yogya halus atau orang luar Jawa kasar? Ataukah Mc Gregor ternyata hanya mencari uang seperti dilakukan para anggota 'The Gang Of New York' pada tahun 1846 dahulu.

Jawabnya entahlah. Meski begitu memang ada pesan dari Sayyidina Ali: bila ingin melihat kualitas perilaku seseorang maka lihat saja dengan siapa berkawan. Apakah ini tetap berlaku sampai kini? Wallahu'alam bissawab.

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image