Genderuwo: Memedi (Hantu) Orang Jawa Dalam Kajian Sosiolog Amerika
Sosiolog Amerika Serikat Pror DR Cliffor Geertz dalam penelitianya di Pare pada akhir tahun 1950-an berkisah cukup detil tentang kepercayaan orag Jawa. Tak hanya membahas agama, tapi dia membahas jenis-jenis hantunya yang ada tiga kategori: Memedi (hantu), Lelembut (makhluk halus), dan Tuyul.
Dalam penelitiannya ada kajian khusus soal 'memedi' atau hantu yang bagu orang Jawa disebut Genderuwo. Menunut Geerzt genderuwo adalah jenis memedia yang paling umum, pada umumnya senang bermain-main daripada menyakiti dan suka mengerjai manusia seperti menepuk pantat perempuan (terutama saat sedang shalat), memindahkan pakaian seseorang dari rumah dan melemparkannya kali, melempari atap rumah dengan batu sepanjang malam, melompat dari sebatang pohon di kuburan dengan wujud besar dan hitam, serta sebagainya.
Dalam penilitian Geertz mempunyai informan yang bernama Pak Paidin yang bercerita terjatuh dari jembatan karena ada genderuwo yang mendorongnya. Bahkan ketika ia terjatuh ke air, ahntu itu membelenggu tangannya ke belakang dan berbicara dengan bahasa sastra Jawa klasik.''Genderuwo selalu bicara dengan kata-kata kuno,'' kata Paidin. Ketiika Paidin ditanya mengapa tak terluka, dia menjawab genderuwo itu hantu yang tidak punya niat buruk.
Namun Genderuwo, betatapun senangnya dengan lelucon, tidak selalu tidak berbahaya. Seringkali muncul dalam wujud orang tua, anak, kakek, atau saudara kandung sembari berkata: "ayo ikut aku." Kalau orang menuruti ajalannya, ia akan tidak terihat. Kemudian keluarga yang kehilangan si korban serta menduga apa yang telah terjadi, akan ke sana-ke mari sambil memukul pacul, arit, panci, dan sebagainya, untuk menimbulkan suara segaduh mungkin.
Akibat keributan itu genderuwo terganggu, lalu ia menawarkan makanan kepada si korban. Kalau si korban memakannya, ia tak terlihat; kalau menolak, ia akan tampak lagi dan keluartanya bisa menemukannya.
Kadang-kadang genderuwo itu bertindak jauh melewati batas. ia menyamar sebagai suami seorang perempuan lalu tidur dengannya, tentu saja tanpa sepengetahuanya. Maka akan lahir anak-anak dari pencampuran ini yang meyerupai raksana. Di kisahkan saat itu di Pare masyarakat percaya ada anak yang seperti itu. Namun, dia meninggal dalam usia 16 tahun. Akhirnya walaupun genderuwo pada umumnya berpembawaan baik, tetapi dapat dapat disepelekan begitu saja. Malah orang ak boleh bercakap tentang mereka. Ini karena kemungkinan genderuwo akan mendengarnya dan merasa tersinggung. Bahkan di Pare kala itu tak ada sautupun tempat Geerts tinggal, yang berani pergi sendirian ke kalus sendiria, karena takut genderuwo.