Mengapa Tuhan Dianggap Tak Ada Oleh Penemu Teori Penciptaan Alam Raya, Stephen Hawking
Pada abad moderen, paling tidak ada tiga ilmuwan jenius dunia yang disebut bapak era peradaban mutakhir ini. Dua ilmuwan datang menjelang abad ke-20 atau yakni Isaac Newton dari Inggris dan Alberts Enstein dari Jerman.
Nah, setelah mereka ada satu ilmuwan masa kini yang dianggap sebagai penerus kejeniusan mereka. Ilmuwan itu adalah Stephen Hawking, ilmuwan asal Inggris. Dia terkenal dengan 'teori segala sesuatu' (theory of everything) yakni asal mula asal semesta yang berasal dari ledakan besar atau 'big bang theory'.
Tapi berbeda dengan dua pendahulunya, Stephen Hawking tidak religius. Ini berbalikan misalnya dengan Enstein yang seorang penganut Yahudi. Begitu juga dengan Isaac Newton seorang pemeluk Kristen Ortodoks timur. Hawking diakhir hidupnya beberapa tahun silam malah terkesan menyatakan bila dirinya tak percaya adanya Tuhan alias penganut ateis. Mengutip tulisan Bret Molina di USA Today, 17 Desember 2018, Hawking memang sempat menyatakan 'tidak ada Tuhan' dalam buku terkahirnya sebelum wafat.
Tak hanya Molina, mantan presiden RI yang jenius, BJ Habibie, dalam sebuah pidato sempat menyebut tentang pemikiran Hawking dalam buku terakhirnya itu. Dia menyebut Hawking sombong dengan menyebut Tuhan sebagai fenomena-fenomena alam yang ada dalam pikiran manusia. Beda dengan Hawking, Habibie memilih dikenang sebagai penganut agama yakni seorang Muslim.''Saya ingin dikenang dan meninggal sebagai Muslim, bukan sebagai insinyur pesawat terbang, presiden dan lainnya,'' kata BJ Habibie dahulu.
Memang seperti ditulis Bret Molina, buku anumerta terakhir Stephen Hawking '"Brief Answers to the Big Questions" (Jawaban Singkat untuk Pertanyaan Besar) yang dirilisnya beberapa waktu sebelum dia meninggal, merinci pemikiran terakhir yang dimiliki fisikawan itu tentang pertanyaan terbesar yang dihadapi umat manusia sampai hari ini.
Dalam buku itu, Hawking menulis "tidak ada Tuhan." Dan itu bukan pertama kalinya ilmuwan, yang meninggal pada bulan Maret 2018 lalu, telah berbagi keyakinannya tentang masalah ini. Media Amerika CNN misalnya sempat menulis pernyataan Hawking bahwa tidak ada Tuhan, "Tidak ada yang mengarahkan alam semesta,'' kata Hawking,
Hawking memperluas premis itu lebih dalam, berdasarkan kutipan buku yang diterbitkan oleh Sunday Times Inggris: "Pertanyaannya adalah, apakah cara alam semesta mulai dipilih oleh Tuhan untuk alasan yang tidak dapat kita pahami, atau ditentukan oleh hukum sains? Saya percaya yang kedua," tulis Hawking. "Jika Anda suka, Anda dapat menyebut hukum sains 'Tuhan', tetapi bukan Tuhan pribadi yang akan Anda temui dan ajukan pertanyaan."
Namun, keyakinan ateis Hawking bukanlah hal baru. Dia pertama kali mengungkapkannya pada 2010 setelah menerbitkan buku "The Grand Design" dengan rekan penulis Leonard Mlodinow. Katanya: "Penciptaan spontan adalah alasan mengapa ada sesuatu daripada tidak ada, mengapa alam semesta ada, mengapa kita ada," tulis Hawking pada tahun 2010 itu.
Tak hanya itu, dalam sebuah wawancara yang diterbitkan pada Mei 2011 oleh The Guardian, Hawking kembali mengatakannya. Dia kemudian membandingkan otak dengan komputer:"Otak berhenti bekerja setelah semua komponen gagal. "Tidak ada surga atau akhirat untuk komputer yang rusak; itu adalah cerita dongeng bagi orang-orang yang takut akan kegelapan," katanya.
Adapun buku terbaru dan terakhirnya, Hawking juga merinci beberapa potensi ancaman terhadap kemanusiaan, termasuk munculnya kecerdasan buatan dan teknologi penyuntingan gen yang dapat menyebabkan munculnya "manusia super".
Sejarah singkat ateisme Stephen Hawking
Sementara jurnalis yang berkutat pada isu-isu agama di USA Today, Kimberly Winston, pada 14 Maret 2018, menulis sejarah kepercayaan ateisme muncul dalam diri Stephen Hawking. Masalah kontroversi antara 'ilmuwan" dan "ateis" bukan oleh Stpehen Hawking saja. Tetapi sementara Hawking, fisikawan teoretis yang meninggal pada pada usia 76, tentu saja dibayangi pikiran yang menggelayuti benak para rekan ilmuwan Inggirs senegaranya. Ini seperti ahli biologi evolusioner dan aktivis ateis Richard Dawkins. Namun, ateisme Hawking berasal lebih merupakan api yang lambat daripada kemarahan ledakan Dawkins.
“Yang bisa mendefinisikan Tuhan (adalah memikirkan Tuhan) sebagai perwujudan hukum alam. Namun, ini bukanlah apa yang kebanyakan orang pikirkan tentang Tuhan itu,” kata Hawking kepada rekanya Diane Sawyer pada 2010. “Mereka membuat makhluk seperti manusia yang dengannya seseorang dapat memiliki hubungan pribadi. Ketika Anda melihat ukuran alam semesta yang luas dan betapa tidak pentingnya kehidupan manusia yang kebetulan di dalamnya, itu tampaknya sangat mustahil.”
Salah satu alasan ateisme Hawking kurang terkenal adalah dia tampaknya memalsukan pertanyaan tentang keberadaan Tuhan selama bertahun-tahun. Dalam buku terlarisnya tahun 1988, “A Brief History of Time,” ia menulis, “Seluruh sejarah ilmu pengetahuan telah menjadi realisasi bertahap bahwa peristiwa tidak terjadi dengan cara yang sewenang-wenang, tetapi bahwa mereka mencerminkan urutan dasar tertentu, yang mungkin atau mungkin tidak diilhami secara ilahi.”
Kemudian dalam buku itu, ia menulis tentang pencarian teori pemersatu alam semesta: (theory Evrything). Katanya: "Ini akan menjadi kemenangan tertinggi akal manusia - karena dengan demikian kita harus mengetahui pikiran Tuhan."
Beberapa orang melihat pernyataan itu sebagai bukti bahwa Hawking memegang keyakinan agama pribadi. Dia memasukkan gagasan itu dengan beberapa pernyataan selama bertahun-tahun - "Hukum mungkin telah ditetapkan oleh Tuhan," katanya kepada Reuters pada 2007, "tetapi Tuhan tidak campur tangan untuk melanggar hukum" - dan bahkan memberi judul buku 2005 "God Created the Integers.” (Tuhan Menciptakan Bilangan Bulat.”
Berseteru dengan Paus di Vatikan
Hawking juga pergi ke Vatikan dan bertemu sebentar dengan Paus Benediktus XVI pada tahun 2008. Pada zaman Paus Johanels Paulus II di tahun 1980-an dia juga pernah ke sana. Saat itu di di depan Paus Johanes terang-terangan mengatakan bila dirinya tengah mencari jalan Tuhan kala menjawab pernyataan Paus yang meminta agar jangan menyoal atau mencari keberadaan Tuhan.
Namun, kemudian, pada 2010, dengan penerbitan "The Grand Design," Hawking tampaknya telah memulai semacam 'striptis ateis'. Semenjak itu dia perlahan-lahan mengungkapkan ketidakpercayaannya tersebut:
“Karena ada hukum seperti gravitasi, alam semesta dapat dan akan menciptakan dirinya sendiri dari ketiadaan,” tulisnya dan rekan penulis Leonard Mlodinow. “Penciptaan spontan adalah alasan mengapa ada sesuatu daripada tidak ada, mengapa alam semesta ada, mengapa kita ada. Tidak perlu memohon kepada Tuhan untuk menyalakan kertas sentuh biru dan mengatur alam semesta.”
Dalam setahun kemudian, Hawking mengatakan dalam sebuah film dokumenter Discovery Channel: “Kita masing-masing bebas untuk memercayai apa yang kita inginkan dan menurut pandangan saya, penjelasan paling sederhana adalah tidak ada Tuhan. Tidak ada yang menciptakan alam semesta dan tidak ada yang mengarahkan nasib kita.”
Dan untuk berjaga-jaga jika itu tidak cukup jelas, Hawking membuka tabir terakhir dalam sebuah wawancara tahun 2014 dengan surat kabar Spanyol El Mundo.
“Yang saya maksud dengan ‘kita akan mengetahui pikiran Tuhan’ adalah, kita akan mengetahui segala sesuatu yang Tuhan akan ketahui, jika Tuhan itu ada. Yang tidak ada. Saya seorang ateis.”
Setelah kematiannya, beberapa ateis berkomentar bahwa pandangan Hawking tentang hanya memiliki satu kehidupan ini, yang ditandai, baginya, dengan melemahkan penyakit Lou Gehrig, memperkuat kurangnya kepercayaan mereka sendiri.
“Hawking harus secara agresif dengan penyakitnya itu menghadapi kematiannya sendiri setiap hari. Untuk itu dia akan dapat dimengerti jika dia meninggalkan penalaran bukti dan jatuh ke dalam pepatah lama bahwa 'tidak ada ateis di dalam lubang perlindungan,'” Lianna Brinded, seorang ateis, menulis dalam majalah online Quartz. “Sebaliknya, dia terus mendekati pendiriannya tentang agama dengan alasan berbasis bukti ilmiah.”