Tentang Tuhan Antropologis Albert Einstein dan Stephen Hawking: Dari Naif, Agnostik, Hingga Ateis
''Saya bukan Ateis,'' Begitu penegasan diri Alberts Einsten mengenai kepercayaan dirinya tentang keberadaan Tuhan. Namun, bedanya dia punya konsep tersendiri tentang Tuhan itu. Einstein tidak percaya akan Tuhan yang 'naif' atau Tuhan yang mempribadi dan mementingkan dirinya sendiri dengan nasib dan tindakan manusia. Enstein memilih menjadi seorang agnostik yang dalam istilah Inggrisnya disebut ' a religious non beliver'. Dengan kata lain yang mudah bisa disebut tidak percaya agama.
Tak hanya itu si penemu 'teori relativitas' ini selain tak percaya sama agama namun percaya adanya Tuhan ini, juga tak percaya ada kehidupan akhirat. Baginya satu kehidupan sudah cukup baginya,
Memang Enstein juga menyatakan baginya soal keberadaan Tuhan itu sebuah teka-teki atau pertanyaan yang tersulit untik dijawab di dunia. Dan untuk menjawab pertanyaan ini tidak bisa dijawab dengan hitam putih 'ya atau tidak'. Yang pasti bagi Einstein soal keberadaan Tuhan adalah masalah yang sangat luas untuk dipikirkan otak atau pikiran manusia yang terbatas,
Bila ditelusuri masa kecilnya, Einstein dibesarkan dari orang tua Yahudi. Namun, keluarganya bukan Yahudi yang taat, namun Yahudi yang 'sekuler'. Uniknya, pada masa kecilnya dia juga menikmati pendidikan dasar di sekolah Katolik yang berada di Munich. Alih-alih menjadi orang yang religius, meski didik dari sekolah itu dia malah mengaku bila secara perlahan-lahan atau bertahap kehilangan kepercayaanya semenjak masa kecil itu.
Dari sanalah Einstein kemudian tumbuh menjadi pribadi yang skeptis tentang keberaan Tuhan. Mirip dengan pandangan Stephen Hawking terhadap Tuhan (malah Hawking menyatakan ateis) Tuhan bagi diri Einstein, -- yakni konsep Tuhan yang dipercaya agama-agama Ibrahimiyah -- tampak seperti sosok pribadi Tuhan yang antropologis. Dengan konsep ini Einstein menganggap bahwa Tuhan menjadi konsep yang tidak 'terlalu serius'.
Lagi-lagi, konsep Einstein mengenai Tuhan itu mirip dengan pandangan Hawking. Dalam buku terahirnya sebelum Hawking wafat dia menceritakan fenomena konsep kepercayaan manusia dengan Tuhan yang selalu berubah. Ini misalnya dahulu manusia percaya kepada Tuhan karena ada kekuatan super di alam semesta seperti batu, pohon, matahari, rembulan dan lainnya.
Hawking menisbatkan mengenai kepercayaan kepada kekuatan super (Tujan) masa lalu atas fenomena gerhana bulan sebagai ada kepala raksasa yang tengah melahapnya, maka manusia takut jangan-jangan ada bencana. Namun, lama kelamaan dan seiring datangnya ilmu pengetahuan kepercayaan itu hilang. Dan raksasa tanpa kepala yang melahap bulan tak dipercaya lagi.
Perubahan kepercayaan kepada Tuhan dalam sejarah manusia itulah yang membuat Hawking -- dan juga Einstein-- menganggap Tuhan sebagao fenomena antropologi manusia. D sinilah Enstein kemudian menganggap ide tentang Tuhan yang berpibadi itu asing bainya dan tampak naif. Bedanya Einstein tetap percaya Tuhan meski agnostik, Hawking memilih menjadi ateis.