Wayang Haram, Padahal Orang Jawa dan Budaya Ini Sudah Sangat Islami
Soal haram wayang kini mengemuka di media sosial. Ini terkait ada pernyaaan bahwa wayang adalah haram dalam sebuah ceramah yang beredar di media sosial. Padahal wayang yang hari ini hidup di masyarakat itu hasil kreasi baru para penyebar Islam, yakni para wali itu.Sunan kalijogo memperkenalkan sososk punokawan Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Dan harap diketahuai sala kata dari sebutan ketiga sosok itu semuanya berasal dari bahasa Arab: Samar, Goring, Fetruk, dan Bago'.
Sunan Bonang juga menjadi pembaru kesenian jawa. Dialah yang menciptakan kategorisasi lagu Mijil, Durma, Sinom, Asmaradhana, Megatruh, Pucung. Karya Sunan Bonang itu tetap lestari sampai sekarang. Dan selalu dimainkan, bahkan menjadi latar pertunjukan wayang.
Selain itu ide ketuhanan dalam wayang yang terpengaruh HIndu diobarak abrik oleh para Wali. Dewa tak lagi berkuasa dan tidak terkalahkan. Bahkan, dewa dan raja bisa dikalahkan okeh orang kecil atau rakyat bisa yang dilambangkan dengan sosok Punakawab tersebut. Akibatnya, wayang di Jawa pada hari ini sangat berbeda dengan wayang Bali yang masih terpengaruh agama Hindu. Jadi sangatlah susah bila wayang ditagorikan sebagai pertunjukan yang haram seperti kata ustadz itu.
Sebagai reaksi pernyatan wayang haram itu, para dalang di Banyumas diberitakan melaporkannya Bareskirm. Mereka tak terima. Katanya, apalagi ada kata wayang dimusnahkan.
"Kalau hanya dinyatakan dilarang (dalam Islam), itu sudah biasa. Tapi dalam anak kalimat berikutnya ada ujaran 'lebih baik dimusnahkan', ini sangat menyakitkan kami," kata Koordinator Pepadi Wilayah Banyumas Raya, Bambang Barata Aji, Minggu (13/2/2022).
Apa wayang itu?
Wayang secara harfiah berarti bayangan. Ia merupakan istilah untuk menunjukkan teater tradisional di Indonesia. Ada yang berpendapat, wayang berasal dari India dan rekaman pertama pertunjukanwayang telah ada sejak 930 M.
Namun, ada pula yang meyakini wayang kulit sebagai salah satu dari berbagai akar budaya seni tradisional Indonesia. Ada yang menginterpretasikan bahwa wayang berasal dari India, meskipun apabila kita menunjukkan wayang kepada orang-orang India, mereka tidak tahu apa-apa,” ujar Dr Suyanto, pengajar ISI Surakarta beberapa waktu lalu.
Seperti mengacu pada Republika.co.id, R Gunawan Djajakusumah dalam bukunya Pengenalan Wayang Golek Purwa di Jawa Barat, mengungkapkan bahwa wayang adalah kebudayaan asli Indonesia, khususnya Pulau Jawa. Ada yang berpendapat, kata wayang berasal dari Wad an Hyang, artinya ‘leluhur’.
Menurut Suyanto, sejatinya wayang merupakan media yang digunakan Wali Songo, untuk menyebarkan Islam di nusantara. Cikal bakal wayang berasal dari wayang beber -- yang gambarnya mirip manusia dan lakonnya bersumber dari sejarah sekitar zaman Majapahit.
Saat itu, menurut Suyanto, Kerajaan Demak, sebagai kerajaan Islam, melarang wayang dipertunjukkan dengan gambar mirip manusia. Lalu, papar dia, Wali Songo berinisiatif mengubah gambar wayang menjadi gambar karakteristik. Apa ada manusia yang hidungnya sangat panjang dan tangannya hampir mencapai kaki?’’ tuturnya.
Wayang dinilai sebagai media dakwah Islam yang sukses di Indonesia. Menurut Suyanto, keberhasilan wayang sebagai media dakwah dan syiar Islam pada zaman Walisongo terletak pada kekuatan pendekatannya terhadap masyarakat. Wayang, kata dia, mampu mengenalkan Islam kepada masyarakat yang saat itu animisme, dinamisme, serta menganut Hindu, karena menggunakan pendekatan psikologi, sejarah, paedagogi, hingga politik.
Dulu, wayang dipertunjukkan di masjid, masyarakat bebas untuk menyaksikan, namun, dengan syarat, mereka harus berwudhu dan mengucap syahadat dulu sebelum masuk masjid,” ungkap Suyanto.
Hal senada diungkapkan dosen Jurusan Seni Drama, Tari, dan Musik Universitas Negeri Semarang (Unnes) Widodo MSn. Menurut dia, perkembangan wayang sebagai media dakwah Islam ditopang oleh sekelompok tokoh ulama yang besar peranannya dalam mendirikan Kerajaan Demak. Mereka yang dikenal dengan sebutan Walisongo (sembilan wali).
Kesembilan wali yang bergelar sunan itu adalah Sunan Ampel, Sunan Gunungjati, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Muria, Sunan Kalijaga, dan Syeh Siti Jenar. Mereka adalah para ulama yang sangat terkenal khususnya di Jawa, sebagai penyebar ajaran Islam.
Menurut Widodo, para wali tak hanya berkuasa di dalam keagamaan, tetapi juga berkuasa dalam pemerintahan dan politik. Selain itu, mereka juga pengembang kebudayaan dan kesenian yang andal. Oleh mereka kesenian Jawa berkembang hingga mencapai puncaknya yang kemudian dikenal dengan seni klasik. Salah satu kesenian yang hinga kini tetap populer adalah wayang kulit purwa,” paparnya.
Memang, wayang kulit merupakan produk budaya yang telah ada sebelum Islam berkembang di Pulau Jawa. Namun, sejak Islam datang dan disebarkan, wayang telah mengalami perubahan. Menurut Widodo, budaya keislaman dalam wayang kulit purwa tak hanya dijumpai pada wujudnya saja, tetapi juga pada istilah-istilah dalam bahasa padalangan, bahasa wayang, nama tokoh wayang, dan lakon (cerita) yang dipergelarkan.
Menurut Widodo, pengaruh Islam dalam wayang kulit purwa tidak saja pada bentuknya, tetapi telah merambah pula pada aspek simbolisasi dan berkaitan pula dengan aspek lainnya yang berhubungan dengan pergelaran wayang kulit purwa. Sehingga, kelestariannya patut untuk dijaga, karena merupakan salah satu bagian dari seni budaya bangsa yang menjadi saksi sejarah perkembangan bangsa, khususnya perkembangan agama Islam di Indonesia.
Soal haram wayang kini mengemuka di media sosial. Ini terkait ada pernyaaan bahwa wayang adalah haram dalam sebuah ceramah yang beredar di media sosial. Padahal wayang yang hari ini hidup di masyarakat itu hasil kreasi baru para penyebar Islam, yakni para wali itu.Sunan kalijogo memperkenalkan sososk punokawan Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Dan harap diketahuai sala kata dari sebutan ketiga sosok itu semuanya berasal dari bahasa Arab: Samar, Goring, Fetruk, dan Bago'.
Sunan Bonang juga menjadi pembaru kesenian jawa. Dialah yang menciptakan kategorisasi lagu Mijil, Durma, Sinom, Asmaradhana, Megatruh, Pucung. Karya Sunan Bonang itu tetap lestari sampai sekarang. Dan selalu dimainkan, bahkan menjadi latar pertunjukan wayang.
Selain itu ide ketuhanan dalam wayang yang terpengaruh HIndu diobarak abrik oleh para Wali. Dewa tak lagi berkuasa dan tidak terkalahkan. Bahkan, dewa dan raja bisa dikalahkan okeh orang kecil atau rakyat bisa yang dilambangkan dengan sosok Punakawab tersebut. Akibatnya, wayang di Jawa pada hari ini sangat berbeda dengan wayang Bali yang masih terpengaruh agama Hindu. Jadi sangatlah susah bila wayang ditagorikan sebagai pertunjukan yang haram seperti kata ustadz itu.
Sebagai reaksi pernyatan wayang Haram itu, para dalang di Banyumas diberitakan melaporkan sang Ustaz ke Bareskirm. Mereka tak terima. Katanya, apalagi ada kata wayang dimusnahkan.
"Kalau hanya dinyatakan dilarang (dalam Islam), itu sudah biasa. Tapi dalam anak kalimat berikutnya ada ujaran 'lebih baik dimusnahkan', ini sangat menyakitkan kami," kata Koordinator Pepadi Wilayah Banyumas Raya, Bambang Barata Aji, Minggu (13/2/2022).
Apa wayang itu?
Wayang secara harfiah berarti bayangan. Ia merupakan istilah untuk menunjukkan teater tradisional di Indonesia. Ada yang berpendapat, wayang berasal dari India dan rekaman pertama pertunjukanwayang telah ada sejak 930 M.
Namun, ada pula yang meyakini wayang kulit sebagai salah satu dari berbagai akar budaya seni tradisional Indonesia. Ada yang menginterpretasikan bahwa wayang berasal dari India, meskipun apabila kita menunjukkan wayang kepada orang-orang India, mereka tidak tahu apa-apa,” ujar Dr Suyanto, pengajar ISI Surakarta beberapa waktu lalu.
R Gunawan Djajakusumah dalam bukunya Pengenalan Wayang Golek Purwa di Jawa Barat, mengungkapkan bahwa wayang adalah kebudayaan asli Indonesia, khususnya Pulau Jawa. Ada yang berpendapat, kata wayang berasal dari Wad an Hyang, artinya ‘leluhur’.
Menurut Suyanto, sejatinya wayang merupakan media yang digunakan Wali Songo, untuk menyebarkan Islam di nusantara. Cikal bakal wayang berasal dari wayang beber -- yang gambarnya mirip manusia dan lakonnya bersumber dari sejarah sekitar zaman Majapahit.
Saat itu, menurut Suyanto, Kerajaan Demak, sebagai kerajaan Islam, melarang wayang dipertunjukkan dengan gambar mirip manusia. Lalu, papar dia, Wali Songo berinisiatif mengubah gambar wayang menjadi gambar karakteristik. Apa ada manusia yang hidungnya sangat panjang dan tangannya hampir mencapai kaki?’’ tuturnya.
Wayang dinilai sebagai media dakwah Islam yang sukses di Indonesia. Menurut Suyanto, keberhasilan wayang sebagai media dakwah dan syiar Islam pada zaman Walisongo terletak pada kekuatan pendekatannya terhadap masyarakat. Wayang, kata dia, mampu mengenalkan Islam kepada masyarakat yang saat itu animisme, dinamisme, serta menganut Hindu, karena menggunakan pendekatan psikologi, sejarah, paedagogi, hingga politik.
Dulu, wayang dipertunjukkan di masjid, masyarakat bebas untuk menyaksikan, namun, dengan syarat, mereka harus berwudhu dan mengucap syahadat dulu sebelum masuk masjid,” ungkap Suyanto.
Hal senada diungkapkan dosen Jurusan Seni Drama, Tari, dan Musik Universitas Negeri Semarang (Unnes) Widodo MSn. Menurut dia, perkembangan wayang sebagai media dakwah Islam ditopang oleh sekelompok tokoh ulama yang besar peranannya dalam mendirikan Kerajaan Demak. Mereka yang dikenal dengan sebutan Walisongo (sembilan wali).
Kesembilan wali yang bergelar sunan itu adalah Sunan Ampel, Sunan Gunungjati, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Muria, Sunan Kalijaga, dan Syeh Siti Jenar. Mereka adalah para ulama yang sangat terkenal khususnya di Jawa, sebagai penyebar ajaran Islam.
Menurut Widodo, para wali tak hanya berkuasa di dalam keagamaan, tetapi juga berkuasa dalam pemerintahan dan politik. Selain itu, mereka juga pengembang kebudayaan dan kesenian yang andal. Oleh mereka kesenian Jawa berkembang hingga mencapai puncaknya yang kemudian dikenal dengan seni klasik. Salah satu kesenian yang hinga kini tetap populer adalah wayang kulit purwa,” paparnya.
Memang, wayang kulit merupakan produk budaya yang telah ada sebelum Islam berkembang di Pulau Jawa. Namun, sejak Islam datang dan disebarkan, wayang telah mengalami perubahan. Menurut Widodo, budaya keislaman dalam wayang kulit purwa tak hanya dijumpai pada wujudnya saja, tetapi juga pada istilah-istilah dalam bahasa padalangan, bahasa wayang, nama tokoh wayang, dan lakon (cerita) yang dipergelarkan.
Menurut Widodo, pengaruh Islam dalam wayang kulit purwa tidak saja pada bentuknya, tetapi telah merambah pula pada aspek simbolisasi dan berkaitan pula dengan aspek lainnya yang berhubungan dengan pergelaran wayang kulit purwa. Sehingga, kelestariannya patut untuk dijaga, karena merupakan salah satu bagian dari seni budaya bangsa yang menjadi saksi sejarah perkembangan bangsa, khususnya perkembangan agama Islam di Indonesia.
Museum Wayang
Kalau keberatan wayang majadi haram karena ceritanya berlatar ajaran agama dari India, yakni HIndu, maka dalam massyrakat Jawa di kenal waryang golek Menak. Kisah dari wayang golek ini berasal dari Timur Tengah, mengadopi cerita seribu satu malam. Sejarah Sultan Islam yang ada di Ottoman dan hikayat Seribu Satu Malam menjadi ide ceritanya.
Wayang ini sekarang masih hidup. Wayang ini salah satunya masih dipertunjukan dalam wajtu waktu tertentu, misalnya dalam peringatan hari besar Islam. Di mana keberadaan komunitas wayang golek Menak? Salah satunya yang terkenal adalah di Kebumen.
Jadi wayang di Jawa tak peru terlalyu dicurigai sebagai bentuk pertunjukan haram. Sebab, kalau soal haram-halal misalnya juga harus diberlakukan adil. Kenapa tayangab musik pop dan dangdut tidak disebut sebagai sesuatu yang haram padahal banyak sajiannya melenceng jauh dari nilai-nilia Islam. Bedanya hanya pertunjukan seni moderen dengan wayang sebagai sajian kesenian tradisioanal, dalam moderen syririknya pada soal menduakan Tuhan dengan uang, dalam wayang kalau ada hal yang jaram syiriknya (menduakan tuhan) dengan kekuatan tertentu di luar Islam, misalnya dewa-dewa HIndu. Alhasil, kalau adil nyatakan saja kedua-duanya haram. Biar sekalian ramai?
Bila dilihat dari ari segi jenis material, desain, dan fungsi, bila mengacu pada koleksi Museum Wayang dibedakan menjadi empat, yakni wayang kulit, wayang golek, wayang klitik, dan wayang mainan. Sebagaimana umum diketahui, wayang kulit dibuat dari kulit, utamanya kerbau dan sapi. Sementara, wayang golek terbuat dari kayu, seperti kayu cendana.
Untuk perpaduan antara material dan desain wayang kulit dan wayang golek, menghasilkan wayang klitik yang unik. Wayang klitik berbadan kayu, namun pipih seperti wayang kulit, sementara tangannya menggunakan bahan kulit.
Wayang klitik atau disebut juga wayang kurcil dibuat oleh Raden Pekik di Surabaya pada 1648. Wayang tersebut dipentaskan siang hari tanpa layar, membawakan cerita rakyat, seperti Damarwulan dan Minak Jinggo.
Dari segi fungsi, ada sejumlah koleksi wayang milik Museum Wayang yang tidak ditujukan untuk pertunjukan, yakni koleksi wayang-wayang mainan. Terdapat sejumlah wayang mainan dari bahan rumput, bambu, serta karton. Wayang-wayang tersebut dalam sejarahnya merupakan mainan yang dibuat untuk dimainkan anak-anak. Koleksi wayang karton milik Museum Wayang Indonesia bertitimangsa 1963.
Terdapat 23 jenis wayang kulit koleksi Museum Wayang yang diberi nama berdasarkan tempat, seperti wayang kulit banyumas, wayang kulit betawi, atau wayang kulit sumatra. Ada juga koleksi wayang yang dinamai berdasarkan nama lakon yang dibawakan, misalnya, wayang kulit calon arang, wayang kulit revolusi, serta wayang kulit wahyu. Dua jenis yang terakhir tergolong sangat unik.
Wayang kulit revolusi atau sebelumnya bernama wayang perdjoeangan dibuat RM Syahid pada periode 1950-an. Mengangkat tema berlatar pergerakan kemerdekaan, tokoh-tokohnya dihadirkan secara realis, seperti Bung Karno dan Bung Hatta.
Sementara itu, wayang kulit wahyu merupakan media visualisasi umat Kristiani yang mengangkat cerita yang bersumber pada wahyu atau firman Tuhan. Wayang tersebut diprakarsai oleh Broeder Timo Heus Wignyosubroto, seorang pastur dari Surakarta pada 1959.
Dari kategori wayang golek, terdapat tujuh jenis koleksi tersebut di Museum Wayang, yakni wayang golek bogor, wayang golek bandung, wayang golek ciawi, wayang golek lenong betawi, wayang golek menak cirebon, wayang golek pakuan, serta wayang golek mini pakuan.
Jadi masih nekatkah bila ada orang yang menyatakan wayang haram. Ingat pada dasarnya semua perlikau manusia kalau dihukumi secara fiqh sjatinya hanya 'subhat', yakni punya potensi menjadi haram, wajib, halal, dan fardu kisayah.Pesan saya, jangan ributin orang dan Budaya Jawa sekarang. Ingat ada penelitian tentang oran Jawa dari MC. Ricklef, jawa kini sudah sangat Islam dan tidak lagi berpeluang mundur ke belakang. Lihat saja, ibu-ibu dan perempuan di Jawa hampir semuanya memakai Jilbab. Apa ini masih kurang untuk disebut tidak Islami?