Budaya

Asal Usul Dongeng Sang Kancil: Dari Arsip Belanda Hingga Kisah Sabuk Nabi Sulaiman

Arsip buku Belanda tentang dongeng Sang Kancil.
Arsip buku Belanda tentang dongeng Sang Kancil.

Di dalam dongeng binatang Indonesia, tokoh yang terpopuler adalah kancil. Tokoh binatang cerdik ini di dalam folkor dan antropologi disebut the trickser atau tokoh penipu.

Perihal dongeng kancil ini pernah ditulis sarjana-sarjana Belanda, seperto J.L.A Brandes. Di dalam karangannya yang berjudul 'Dwegerht-verhalen uit den Archipel, Javaansce Verhalen De Serat Saloka Dewa, (1903), ia telah mengulas dua dongeng kancil, yaitu 'Sang Kancil dan Siput': Race won deception. Relativie helper (Perlombaan berlari dimenangkan tipuan bantuan dari sanak keluarga), dan Capture by tar baby (ditangkap oleh boneka bayi terbuat dari tir).

Dongeng yang pertama mengisahkan bagaimana siput dapat memenangkan lomba lari dengan seekor kancil. Caranya adalah menyuruh sanak keluarganya berdiri di sepanjang jalur jalan perlombaan, sehingga sang kancil mengira bahwa si sput selalu berada di depannya, sehingga menyerah kalah. Dongeng kedua bagaimana sang kancil ditangkap oleh petani dengan perangkap yang sebuah boneka kayu yang dilumuri getah pohon. Sewaktu sang Kancil menyentuhnya ia lekat dengan keras pada boneka itu, sehingga tidak dapat melepaskan dirinya.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Sarjana Belanda lainnya yang juga mempelajari dongeng kancil adalah B.C Humme. Hasil penelitiannya berupa artikel yang berjudul Javaansche Sprookjs (1883). Dongeng kancil diicarakan dalam karangan itu adalah mengenai sang Kancil di dalam kebun mentimun.

Sarjana Belanda lainnya juga mempelajari dongeng sang Kancil adalah W. Palmer van den Broek. Dongeng Kancil yang dipelajari adalah mengenai kisah Sang Kancil, rusa jantan, dan buaya, dan binatang lainnya di Jawa (1878). Sumber yang dipergunakan adalah Sang Kancil yang diterbitkan G.C.T. van Dorpen Co., Semaramg.

Sarjana Belanda lain lagi yang telah menulis dengan dongeng sang Kancil adalah H.Kern, dalam artikelnya yang berjudul 'Lose Aantekeningen op het Boek van den Kancil (Catatan Terlepas buku tentang sang Kancil) (1880). Artikel ini sebenarnua hanya merupakan pembicaraan mengenai buku karangan dari Dr, W. Palmer van den Broek, yang mengulas buku Serat Kancil (Palmer van den Broek, 1878. Menurut Kern, kancil adalah tokoh penipu orang Jawa.

Karangan mengenai sang Kancil oleh orang Indonesia adalah orang Indonesia adalah dari Asdi S. Dipodjojo, yang berjudul cerita kancil di Indonesia. Buku ini diterbitkan dalam bentuk stensil tanoa diberi tahun penerbitan. Isinya adalah terjemahan dongeng kancil yang terdapat dalam karangan J.L.A. Brandes yang berjudul Dweghen-Verhalen uit de Archipel, yang diterbitkan oleh majalah Tijdschrift voor Indische Taal, and-en Volkenkunde, XXXVII (1894), di halaman-halaman 27-49, 50-64, 127-144, 336-389. Selain itu, juga terjemahan karangan Dr.C. Hooykaas yang berjudul Dieren-Verhalen in de Volksmond en in Literairvorm (dongeng binatang dalam tradisi lisan dan kesustraan tulisan (1971).

Dari karangan mengenai sang Kancil yang paling menarik adalah karya Mckean. Di dalam karangannya itu McKean telah membicarakan beberapa dongeng Kancil yakni 'Sang Kancil dan Harimau: Sang Kancil dan Buaya, dan Sang Kancil dan Penengah." Jalan cerita dongeng 'Sang Kancil dan Harimau' adalah sebagai berikut:

Pada suatu hari seekor harimau telah menemukan sang Kancil sedang menunggu setumpuk benda bulan agak gepeng. Pada waktu ditanya benda apa yangs edang ditungu itu, sang Kancil menjawab bahwa yang ditunggu itu adalah dodol Nabi Sulaiman, yang mempunyai khaisat membuat pemakannya menjadi sehat. Mendengar keterangan itu, harimau ingin memakannya. Sudah tentu, keinginan itu mula-mula tidak diizinkan sang Kancil. Namun setekah didesak pulang pergi, akhirnya sang Kancil mengizinkann juga setelah sang Harimau beranji untuk memakannya setelah ia pergi jauh dari situ. Oleh sang Harimau kue itu kemudian dimakan dengan sekali caplok, tetapi segera dimuntahkan kembali dari mulutnya karena yang dimakan adalah tahi kerbau. Oleh karena itu, dengan geram dikejarnya sang Kancil ke mana saja ian pergi.

Akhirnya ia menemukan sang Kancil, yang sekali ini sedang dengan tekun menunggui sebuah benda bulat bergelantungndi cabang pohon. Wakti ditanya apa yang sedang ditunggu itu, maka sang Kancil menjawab bahwa ia sedang menjaga gong ajaib Nabi Sulaiman. Alat musik itu mempunyai daya luar biasa, karena dapat memberi kenikmatan bagi yang memukulnya. Sekali lagi sang harimau merengek-rengek ingin memukulnya. Karena desakannya itu, akhirya sang Kancil pun mengizinkannya, tetapi dengan syarat bahwa gong itu baru ditabuh mengetahui bahwa sekali lagi ia menjadi kurban tiupan sang Kancil, karena ditabuh itu ternyata adalah sarang lebah. Akibatnya sekujur tubuhnya bengkak-bengkak kena sengatan lebah yang merasa diusik itu. Sekali lagi dengan penuh geram dicarinya sang Kancil untuk dibunuhnya.

Akhirnya musuhnya itu ditemukan sedang menunggui sebiah benda bulan panjang. Waku ditanya benda apa yang ditungguinya itu, maka jawanb sang Kancil bahwa ia sedang menjaga sabuk Nabi Sulaiman. Sabuk ini mempunyai khaisat membuat pemakainya tak dapat mati. Mendengar itu sang Harimau memohon dengan sangat agar ia diperkenanlan untuk memakainya. Mula-mula permintaanya itu ditolak dengan getas, tetapi karena didesak terus, akhirnya diluluskan juga. Sudah tentu dengan syarat bahwa baru boleh dipergunakan setelah sang Kancil jauh meninggalkan tempat itu. Seperti telahd apat kita duga sejal semula, sang Harimau akhirnya meninggal dunia karena dililit sabuk Nabi Sulaiman, yang ternyata adalah seekor ular sawah yang besar. (McKean, 1971:73-76.