Humor Gus Dur Tentang Pemburu yang Santri Diterkam Macan Kelaparan

Budaya  
Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) yang hidup terakhir, tertangkap kamera pada 1938, di Ujung Kulon. Foto/Wikimedia Commons/petermaas.
Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) yang hidup terakhir, tertangkap kamera pada 1938, di Ujung Kulon. Foto/Wikimedia Commons/petermaas.

Dahulu, di awal abad 19, di mana hutan di Pulau Jawa masih utiuh dan penuh dengan binatang liar, tinggal seorang pemburu yang saleh. DIa seorang santri. Rumahnya yang mungil berada di sebuah desa yang tak jauh dari hutan.

Penduduk desa tahu, selain saleh dia adalah pemburu yang berani. Dia selalu pergi seorang diri ke hutan. Dan ketika pulang pasti membawa hasil buruan yang lumayan. Karena pula dia orang yang saleh dan santri, maka hasil buruannya selalu dibagi-bagikan kepada tetangga sekampungnya. Semua pasti senang kalau tahu si pemburu pulang. Alamat sebentar lagi ada pesta besar. Makan gulai berbagai daging binatang, misalnyai kancil, rusa, ayam hutan, hingga kerbau liar.

Ketika ditanya apa rahasianya selalu pulang berburu membawa hasil yang lumayan? Pemburu itu selalu menjawab semua itu berkat selalu rajin berdoa, berdizkiri, dan ingat Allah Swt. ''Bla berdoa insya Allah hasilnya kerja tak akan sia-sia,'' katanya. Dan itu dibuktikan dan dilihat oleh semua penduduk kampung. Mereka mengakui pemburu itu benar-benar orang saleh.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Nah, pada suatu hari dia minta izin kepada isteri untuk pergi berburu. Seperti biasanya sang isteri pun mempersiapkan bekal untuk beberapa hari. Isterinya tahu sang suami akan pergi meninggalkan rumah untuk beberapa hari ke depan. Setidaknya tiga sampai empat hari.

Dan benar, setelah mendapat restu dan bekal dari isterinya, pemburu pun berangkat ke hutan. Hari yang masih pagi, dingin, dan berkabut tidak dia hiraukan. Dengan yakin dia masuk ke hutan mencari binatang buruan.

Tapi malangnya sampai dua hari di dalam hutan dan bekal makanan sudah menipis, pemburu tak mendapati binatang buruan yang signifikan. Rusa gemuk yang biasa dia buru tak terliihat. Selama dua hari dia hanya mendapat satu buruan, yakni binatang kancil yang kurus. Dagingnya tak seberapa. Dia mulai putus asa. Tapi dia terus berdoa.

Karena kecapaian ke luar masuk hutan, ketika tiba di sebuah tepi sungai yang banyak batu dan berair jernih dia memilih beristirahat. Saking capainya dia malah tertidur di tepi sungai itu. Dia sama sekali tak sadar bila di hulu tengah hujan lebat. Sungai akan segera banjir.

Tapi pemburu tak peduli karena malah tertidur. Akibatnya, ketika air bah dari kawasan hulu sungai datang ke tempatnya, dia tak sempat menyingkir. Dia sempat terbawa air bah itu. Untung dia selamat karena pandai berenang.

Nah, meksipun selamat, tapi semua bekal termasuk senapan dan pisaunya terbawa air sungai itu. Tentu saja pemburu sangat khawatir karena jarak dari tempat dia terkena air bah itu masih jauh dari rumah. Bila ingin pulang maka dia harus menempuh dengan jalan kaki dari pagi hingga selepas maghrib, bahkan bisa sampai tengah malam.

Merasa tidak ada harapan, maka pemburu memutuskan pulang menuju kampungnya. Tapi malang kembali, kini dia kehilangan arah. Dia merasa tersesat dan tak tahu persis jalan pulang. Akibatnya, dia hanya berputar-putar saja di dalam hutan sampai sore dan keletihan.

Di tengah rasa panik karena tersesat, kini dia berpapasan dengan seekor macan yang tampak jelas sedang kelaparan. Beda dengan hari biasa, sekarang dia benar-benar merasa ketakutan ketika bertemu dengan sang raja hutan ini. Mengapa? Karena kini dia tak punya senjata apa-apa. Senapan dan pisaunya semua telah hilang terbaws air bah sungai yang sebelumnya dia singgahi. Dia tangan kosong.

Maka, ketika berpapasan dengan macan dia segera lari sekencang-kencangnya. Macan karena kelaparan tentu saja mengejarnya. Mereka saling kejar-kejaran cukup lama hingga sampai ke sebuah tepian jurang. Kini benar-benar pemburu tersudut. Maju kena mundur kena. DI depannya terbentang jurang yang dalam yang dasarnya penuh bebatuan, dan dibelakangnya kini ada seekor macan kelaparan yang siap menerkam.

Menyadari posisinya sudah diujung tanduk, maka pemburu bersikap pasrah akan takdir. Persis di tubir jurang kini dia memilih duduk berdoa dan berdiziikr memasrahkan takdirnya kepada penguasa alam semesta. Dia sudah siap untuk mati.''Inilah saatnya saya mati,'' gumam pemburu dalam hati.

Maka, dia pun duduk dengan khusuk berdoa. Seraya menggigil ketakiutan dia baca segala doa yang dihapalnya. Dia membaca semua rapal dzikir yang dia selama dia amalkan. Bahkan, tak lupa melakuan shalat sunat dua rekaat. Pendek kata dia sudah siap mati.

Tapi anehnya, ketika usai shalat, berdoa, dan berdzikir, sembari bersimpuh menghadap tepian jurang, dia merasa ada keanehan. Ini kenapa? Ya karena dia merasa tak kunjung dimangsa oleh macan, padahal dia tahu persis macan itu berada dua langkah di belakangnya.

Karena merasa aneh, maka dia memilih berdoa kembali. Ini dilakukan berulang-ulang. Tapi macan tetap tak kunjung mencaplok tengkuknya.

Dan menyadari hal itu, maka dengan memberanikan diri dia melihat ke belakang. Benar saja, macan yang kelaparan itu berada hanya dua langkah darinya. Jelas dia merasa sangat ketakutan.

Namun di tengah cekaman rasa takut, dia nekad mengajak macan bicara. Dia mengatakan dan bertanya: "Mengapa dirinya tak segera di makan?"

Anehnya, ketika bertanya begitu, mendadak macan itu bisa bicara seperti manusia. DIa mengatakan memang tak segera makan karena tengah sibuk merapal doa sebelum makan.''Kalau kamu berdoa sebelum mati, sedari tadi saya sibuk berdoa sebelum makan berungkali,'' tukas si macan.

Mendengar jawaban macan yang bisa berkata seperti manusia, kontan saja sang pemburu menjadi lemas dan kemudian pingsan. Ternyata sang macan juga seekor macan yang saleh seperti dirinya yang selalu berdoa sebelum makan!

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image