Soekarno di Bangka Tak Bisa Berhubungan dan Tak Tahu Soal Serangan Umum ke Jogja
Adanya klaim bahwa Soekarno Hatta penggagas serangan 1 Maret 1949 menggelisahkan banyak pihak. Salah satunya adalah politisi senior dan sejarawan, Ridwan Saidi.
Maka terkait klaim tersebut, Ridwan Saidi pun mencari sumber terkait itu. Maka dia berhasil menemukan sumber yang tahu situasi saat itu, yakni bila antara tempat penahanan Soekarno, Hatta, Syahrir, dan Agus Salim di Bangka kala itu tak bisa berhubungan dengan Jogjakarta. Maka klaim bahwa Sultan Hamengku Buwono meminta izin kepada Soekarno yang berada di tahanan Bangka atas penyerangan besar-besaran gerilyawan TNI ke dalam kota Yogyakarta pada 1949 menjadi ganjil.
Korespondensi Ridwan Saidi dengan sumbernya tersebut berisi sebagai berikut:
Sejak Jogja diduduki Belanda. Melalui agresi 19/12/48, Dwi Tunggal diasingkan ke Bangka. Sedangkan persiapan Serangan Oemoem 1 Maret medio Februari 1949. Pada saat bersamaan Dwi Tunggal bersiap untuk pertemuan RI dengan BFO BFO (Bijeenkomst Voor Federaal Overleg)/Majelis Permusyawaratan Negara-negara Federal) pimpinan Sultan Hamid II di Bangka 2 Maret 1949 yang juga akan dihadiri utusan PBB.
Jadi tak mungkin ada komunikasi Bangka-Jogja di jaman itu. Zoom meeting. Mustahil. Apalagi geestelijk pertemuan Bangka dan Serangan Oemoem berbeda kalau pun tidak diametral.
Soekarno-Hatta berada dalam gedung perusahaan timah banga yang juga merupakan adalah rumah pengasingannya bersama Syahrir dan Agus Salim. Mereka tidak kuat hawa dingin. Sedangkan Bung Hatta di Manumbing yang berjarak 6,9 km dari gedung perusahaan timah Bangka tersebut (Gedung BTW).
Ini info tambahan yang kuatkan kesimpulan saya bahwa tak ada kontak Bangka-Jogja. RS
Jadi, di Bangka tidak ada pembicaraan mengenai serangan umum 1 maret, itu terlihat dari narasi pimpinan BFO yang kembali ke Jakarta pada tanggal 3 Maret yang kaget karena mendengar kabar adanya serangan besar-bersan an di Jawa Tengah dan hampir jatuhnya Jogja ke Tentara Indonesia.
Kesan setelah menonton film 'Enam Jam di Jogja Pada Tahun Pada Awal Tahun 1950-an.
Ridwan Saidi mengatakan, artinya filem itu dibuat hanya dua tahun setelah peristiwanya, Tentunya masih ribuan pelaku sejarah tersebut masih hidup, dan jika alur ceritanya tidak benar, pasti filem tersebut sudah distop dalem peredaran.''Hari ini saya juga lihat lagi film tersebut di YouTube dan disebut peran Lekol Soeharto."
''Jadi saya mohon maaf bila Sukarno disebut berperan dalam serangan itu, walau dia pada tahun 1950-an dia presoden, bukan Pak Harto yang jadi presiden. Kala itu yang disebut Tapi yang berperan memang Panglima Sudirman, Sultan Jogja, Kol Bambang Soegeng, dan Letkol Soeharto. Maaf lagi ya, faktanya di waktu seputaran saat serangan itu Bung Karno lagi diasingkan, Yang jadi Presiden itu Pak Syafruddin Prawiranegara,'' tegasnya.