Budaya

Hilman Hariwijaya: Ikon Remaja Berkuncir 'Lupus Kala Indonesia Makmur Telah Tiada

Ikon Lupus karya Hilam Hariwijaya. Kisah kecerian remaja di kala Indonesia makmur.
Ikon Lupus karya Hilam Hariwijaya. Kisah kecerian remaja di kala Indonesia makmur.

Siang ini ada kabar yang mengagetkan. Penulis Hilman Hariwijaya yang kondang lewat serial novel remaja "Lupus" dikabarkan meninggal dunia dalam usia 58 tahun. Berita ini diinformasikan oleh mantan istri Hilman, Nessa Sadin, melalui laman Instagram pribadinya.

"Innalillahi wainnaillahi rojiun. Telah berpulang Hilman Hariwijaya, Rabu, 9 Maret 2022 pukul 08.02 WIB. Mohon dibukakan pintu maaf sebesar-besarnya untuk almarhum," kata Nessa, Rabu (8/3/2022).

Hilman dengan ikon Lupusnya yang digambarkan seorang remaja ceking dengan rambut memakai kuncir di bagain belakang kepala dan rambut panjang di dahi dibiarkan berponi gaya acak-acakan karena disisir dengan tangan, memang betu-betul menghipnotis remaja kala itu. Gayanya dicontoh di mana-mana. Filmya bermunculan dengan aktor remaja asal Semarang, almarhum Ryan Hidayat. Ryan kala itu dianggap paling cocok memerankan Lupus. Dan film Lupus itu di antaranya, Lupus I: Tangkaplah Daku Kau Ku Jitak (1987), Lupus II: Makhluk Manis Dalam Bis (1987), Lupus III: Anak Mami Sudah Besar (1990), dan Lupus IV: Ih, Syereem! (1991).

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Hilman mengawali karies menulis dan mengeksiskan cerita Lupus di Majalah Hai pada Desember 1986. Lewat bimbingan tangan dingin Arsewemo Atmowiloto (Pimred Hai dan penulis) cerita pendek ini kemudian dibukukan menjadi sebuah novel. Saat itu tanpa disangka-sangka novelnya laris manis. Sosok Lupus makin eksis dan ikonik dengan gambaran sosoknya yang dibuat ilustrator Hai kala itu yang berinisal 'weda'.

Saking larisnya, kalau dibikin perbandingan dengan novel-novel sesudahnya, misalnya Laskar Pelangi hingga Ayat-Ayat Cinta, tampaknya Lupus masih unggul dalam oplah dan nilai penjualan. Sayanganya, waktu itu belum ada sistem hitungan penjualan dan royalti buku yang jelas. Tapi kalau dilihat begitu banyak serial Lupus dijadikan novel, fenomena karya Hilam ini sangat luar biasa.

Selain menulis Lupus. Hilman juga banyak menulis naskah film-film layar lebar seperti Dealova, The Wall, Anak Ajaib, dan Rasa. Bahkan, ia juga menulis naskah sinetron-sinetron terkenal, yakni Cinta Fitri Season 2, dan Cinta Fitri Season 3.

Apa arti Lupus dalam sunia sastera Indonesia

Memang novel Lupus sebuah novel remaja atau novel Pop. Tapi kepopuleran ini juga melanjutkan novel-novel legendaris pop sebelumnya, seperti Tante Maryati (Motinggo Boesye, Ali Topan Anak Jalanan (Teguh SH), hingga Arjuna Mencari Conta (Yudistira ANM Massardi). Novel pendahulunya juga sangat laris. Bahkan berkat novel Tante Maryati membuat Boesye berani hidup dengan menulis. Hidupnya pun berkecukupan. Novel dia juga tenar di Singapura dan Malaysia.

Sedangkan novel Ali Topan Anak Jalanan juga laris manis. Filmya diperankan aktor Junaedi Salat yang kemudian memilih jadi pendeta. Bahkan, melalui lagu yang berjudul Ali Topan yang diaransemen Guruh Soekarnoputra dan dinyanyilan Chrisye sosok lagi dengan nama seperyi itu eksis sampai sekarang. Dan juga novel Arjuna Mencari Cinta karya Yudistira ANM Massardi. Selain laris manis, novel ini meraih penghargaan dari Yayasan Buku Utama Depdikbud pada 1997. Judul novel ' Arjuna Mencari Cinta' juga sempat dikutip sebagai judul lagu dalam album Bintang Lima dari Band Dewa pada awal tahun 2000. Sama dengan novelnya dahulu, album 'Bintang Lima' ini juga populer sampai terjual 2 juta kopi

Nah, setelah era Hilman dengan ikon Lupusnya itu sampai sekarang belum lagi muncul novel remaja yang ikonik. Dan tampaknya, prestasi Hilam susah dilewati karena generasi remaja saat ini tak lagi banyak tertarik membaca. Mereka lebih senang dan terfokus main gadget.

Bila ditilik dari seting sosial, keceriaan generasi itu memang sangat jelas. Kala itu ekonomi Indonesia berada di atas, bahkan disebut sebagai 'Macan Asia'. Anak-anak muda tampak lebih asyik. Tak ada beban terlalu banyak, kecuali penataran P4. Mereka tak melihat antrean beras, melambungnya harga bensin, hingga antrean membeli dan berebut minyak goreng dari para ibunya. Negeri terbilang makmur. Pekerjaan dan uang masih berharga serta tak terlalu sulit dicari. Untuk sekolah juga masih murah dan banyak bea siswa.

Atas suasana itu, Hilman mampu menampilkannya dengan sosok Lupus. Meski sedikit urakan karena memakai celana model pensil ala The Beatle's dan mulutnya sibuk mengunyah permen karet yang terinspirasi dari gaya pemain basket Amerika Serikat. Lupus masih tergolong anak manis. Kala itu berlum marak narkoba. Pergi ke mana-mana terasa aman karena preman sudah dihabisi rezim Orde Baru pada beberapa tahu sebelumnya.

Terima kasih Hilman, kamu telah membawa keceriaan remaja kepada kami..!