Arsip dari Leiden Tentang Tokoh Adamy, Pemimpin PKI Cabang Aceh

Sejarah  
Inilah foto wajah THAIB ADAMY: TOKOH KOMUNIS, PEMIMPIN PARTAI KOMUNIS INDONESIA (PKI) CABANG ACEH.
Inilah foto wajah THAIB ADAMY: TOKOH KOMUNIS, PEMIMPIN PARTAI KOMUNIS INDONESIA (PKI) CABANG ACEH.

THAIB ADAMY dilahirkan di IDI, pesisir timur Aceh, pada tahun 1920. Ia meninggal dengan cara ditembak menyusul terjadinya kudeta 30 September 1965 di Jakarta.

Tidak banyak catatan tertulis yang ditinggalkan oleh THAIB ADAMY. Namun, sebuah buku pembelaan yang berjudul “ATJEH MENDAKWA” setebal 127 halaman kiranya cukup untuk mengesan intelektualitas, tekad, dan kekerasan hati seorang komunis kental yang bernama THAIB ADAMY.

“ATJEH MEMBELA” adalah naskah pidato pembelaan THAIB ADAMY yang dibacakan selama 5,5 jam dalam sidang di Pengadilan Negeri Sigli pada 12 September 1963, yang kemudian diterbitkan oleh COMITE PKI ATJEH pada tahun 1964.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

THAIB ADAMY ditangkap dan diadili terkait dengan pidatonya dalam rapat umum massa PKI di di Sigli pada 3 Maret 1963. Ia didakwa telah “menghasut Rakjat supaja memusuhi, membentji dan menghina baik Pemerintah maupun Negara Republik Indonesia.” (hlm.16). Pentolan PKI Cabang Aceh itu akhirnya dijatuhi hukuman 2 tahun penjara.

Membaca pledoi THAIB ADAMY ini, dapat dikesan betapa pede-nya orang-orang komunis pada masa itu. Kalimat-kalimat dan frasa-frasa yang digunakan oleh THAIB ADAMY dalam “ATJEH MENDAKWA” mengesankan perasaan superior dan penentangan secara terang-terangan terhadap lawan-lawan politik mereka, terutama kaum kapitalis dan apa yang disebutnya sebagai “sisa2 feodalisme” (hlm.25). “Kejakinan kami akan kami bela mati2an dan tjita2 membebaskan buruh dan tani dari penindasan akan kami perdjuangkan mati2an dengan segala tenaga dan fikiran jang ada pada kami”, katanya, seraya mengutip larik puisi A.R. Bandaharo: “tak seorang berniat pulang / walau mati menanti” (ibid.).

Ini dapat dipahami karena pada masa itu PKI makin naik daun dan mengklaim bahwa pengikut mereka makin banyak. Dengan keadan itu tentu saja dari segi politik mereka sudah merasa di bibir tepi cawan. MUHAMMAD SAMIKIDIN, Sekretaris Pertama Comite PKI Aceh/Anggota CCPKI, menyatakan: enam kali persidangan terhadap THAIB ADAMY di Pengadilan Sigli telah dihadiri oleh ribuan orang, “dimana tiap Sidang dihadiri [oleh] antara 5.000 s/d 10.000 orang” (hlm.3).

Buku karya Thaib Adamy.
Buku karya Thaib Adamy.

THAIB ADAMY adalah generasi baru KOMUNIS ACEH. Rekan-rekan sebayanya yang aktif dalam PKI Aceh antara lain adalah MUHAMMAD SAMIKIDIN yang mendampingi THAIB sebagai Sekretaris Pertama PKI ACEH dan ABUBAKAR SIDDIQ, Sekretaris PKI ACEH Cabang PIDIE. Secara bergurau saya ingin mengatakan di sini bahwa dalam konteks sejarah PKI di Aceh, nama-nama yang sangat berbau ARAB, bahkan dekat dengan Nabi Muhammad, tidak mesti berasosiasi dengan kepribadian yang Islamis.

Apakah sudah ada penelitian yang menggali secara mendalam akar sosio kultural gerakan komunis Aceh ini? Penelitian Jess Malvin (2018) terkesan lebih berfokus pada efek dari chaos peristiwa 1965 di Aceh sambil menghitung korban yang jatuh di pihak komunis. Walau bagaimanapun, dari penelitiannya tergambar bahwa pengikut dan simpatisan komunis di SERAMBI MEKAH cukup banyak juga. Malvin memperkirakan tak kurang dari 10 ribu jiwa korban di pihak komunis di Aceh selama huru hara yang bertabur darah itu.

Pertanyaannya: KENAPA ORANG ACEH YANG TERKENAL IDENTIK DENGAN ISLAM ITU CUKUP BANYAK JUGA YANG GANDRUNG DENGAN IDEOLOGI KOMUNIS? Adakah fenomenanya sama dengan yang terjadi di Sumatra Barat, sebagaimana didiskusikan oleh Bang Fachry Ali di laman FB beliau terkait dengan buku baru Fikrul Hanif Sufyan?

Jika dirunut ke belakang, ke tahun 1920an, dapat dikesan bahwa ajaran komunis diperkenalkan di Aceh oleh beberapa orang propagandis dari Minangkabau, seperti SUTAN SAID ALI, NATAR ZAINUDIN, ABDUL CHALID SALIM (saudara tiri HAJI AGUS SALIM) dan lain-lain. Dari Padang Panjang dan Padang, bahkan dari Jawa, mereka ‘mengekspor’ ideologi baru yang mengkampanyekan sentimen anti penjajajahan Belanda ini ke utara: wilayah Sumatra Utara dan Aceh. SUTAN SAID ALI, misalnya, ditangkap oleh PID Hindia Belanda di Medan pada akhir Mei 1926 (Pandji Poestaka, No.43, Tahoen IV, I Juni 1926 [Kroniek]). ABDUL CHALID SALIM pula ditangkap di Medan pada bulan Januari 1928 untuk kasus yang sama (menyebarkan ajaran komunis di Sumatra bagian utara). Ia kemudian dibuang ke Digul (Sinar Sumatra, No. 16, Taon ka 24, hari Kemis 19 Januari 1928 — 27 Tjap-Jie-Gwee 2478 — 26 Radjab 1346). Jadi, secara sepintas dapat dilihat akar hubungan historis antara gerakan komunis di Aceh (atau Sumatra bagian utara pada umumnya) dengan Minangkabau. Namun, penelitian yang lebih mendalam perlu dilakukan oleh para sejarawan kita.

Catatan-catatan media semasa (1950an/60an) menunjukkan bahwa generasi komunis Aceh THAIB ADAMY masih bekerjasama erat dengan rekan-rekan mereka dari Sumatra Utara dan Sumatra Barat. Demikianlah umpamanya, pada bulan Agustus 1954, THAIB ADAMY dan kawan-kawan lintas etnisnya mendirikan perusahaan penerbitan dan percetakan (uitgeverij & drukkerij) NV PENDORONG di Medan dalam rangka menggiatkan propaganda partai mereka dengan menerbitkan surat kabar ‘PENDORONG’. Teman-temannya yang terlibat dalam pendirian N.V. PENDORONG antara lain adalah: RIPHAT SENIKENTARA (yang didaulat sebagai President-Directeur-nya), NGADIMAN dan ABDULLAH (Directeur), ABDULXARIM Ms, serta D. TAMBUNAN (President-Commissaris), dan ABDURRAHMAN Nts, SUNDUT RANGKUTY, H.M. SALLEH, DJALALUDIN JUSUF, A.R. BANDAHARO dan THAIB ADAMY sendiri sebagai anggota Komisaris (Het Nieuwsblad voor Sumatra, 13-08-1954).

Pada masa itu, THAIB ADAMY, bersama beberapa rekannya, seperti SUDIRMAN, dll. yang bergerak dalam organiasi SBKA (Serikat Buruh Kereta Api), juga dari SARBUPRI (Sarekat Buruh Perkebunan Republik Indonesia), seperti SABIRUDDIN, M. CHAERUDDIN, dan PANUSUNAN R., giat melakukan propaganda dan aksi mogok di kalangan para pekerja DELI SPOORWEG MAATSCHAPPIJ (lihat misalnya, laporan Het Nieuwsblad voor Sumatra, 23 & 30-04-1954).

Kiranya akan ada sejarawan kita yang berminat mengungkap secara lebih ekstensif sejarah gerakan komunis di setengah pinggang ke atas Pulau Sumatra yang heroik tapi akhirnya luluh lantak dilindas zaman itu.

Leiden, Jumat 18 Februari 2022

*** Penulis: Dr. Suryadi, dosen Universiteit Leiden.

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image