Politik

Asli dan Palsu Dalam Pandangan Hukum

Kode Hammurabi.
Kode Hammurabi.

Hukum dan konstitusi bagaikan Kalasa Saya yang mengatur kebebasan manusia dan negara. (lihat foto di atas ke luar dari Kalasa Saya (lorong insan) di Syiria.

Untuk merujuk UUD yang otentik harus menyebut lembaga/badan yang mengesahkan, datum pengesahan, dan penempatannya dalam Lembaran/Berita Negara.

UUD 45, sebagaimana ditetapkan/diputuskan PPKI tanggal 18/8/45, ditempatkan dalam BN No. Januari 1946.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

UUD 45 yang diubah sebanyak empat kali pada tahun 1999-2002 ditolak penempatannya dalam Lembaran Negara karena format tak dikenal. Atau tak sesuai rechtsvorming, dengan kata lain onrechterlijk karenanya onrechtlijk, bukan hukum.

Tapi perubahan ini mendapat dukungan kekuasaan politik. Padahal memberlakukan UU, apalagi konstitusi, yang dilakukan di luar kaidah dapat saja dianggap sebagai pelanggaran.

Pengertiannya dalam perdata otentik dan palsu.

Prosedur pemberlakuan hukum itu merujuk rechtsgeschidenis, riwayat hukum, nun jauh di abad XVIII SM. Raja Babylon Hammurabi yang pertama memformat hukum. Dan dituliskannya Code Hammurabi itu dalam 17 batu, lalu prasasti itu ditempatkan di bukit-bukit Persia utara. Ini azas pemberlakuan hukum, siapa saja dianggap sudah membaca dan mengetahuinya karena penempatannya di ruang publik. Cara sekarang ditempatkan di LN, Jepang di Osamu Serei.

Salah satu ketentuan dalam Code Hammurabi tentang hubungan suami-istri. Dikatakan, istri yang menolak, tanpa alasan sah, permintaan suaminya yang berkehendak berhubungan mesra, maka sang suami patut esok paginya lempar istri yang tidak mengindahkan aspirasi suaminya ke sungai Euphrat atau Tigris.

*** Penulis: Ridwan Saidi, Politisi Senior, Sejarawan, dan Budayawan Betawi.