Sejarah

Soal Kaki Lima (K-5): Belanda Memang Tak Bangun Peradaban di Batavia, Tapi Prancis

Pedagang es limun di kawasan kaki lima di jalanan Tanah Abang di Batavia di masa lalu. Pedagang ini mengokupasi trotoar yang sebenarnya hak pejalan kaki.
Pedagang es limun di kawasan kaki lima di jalanan Tanah Abang di Batavia di masa lalu. Pedagang ini mengokupasi trotoar yang sebenarnya hak pejalan kaki.

Ini sekedar meluruskan saja, karena gue pernah melakukan penelitian soal ini.

Indonesia dijajah tiga bangsa Eropa; Belanda, Prancis, dan Inggris. Belanda datang dengan bendera perusahaan dagang VOC dan mendirikan Batavia.

Prancis berkuasa saat Daendles menjadi gubernur jenderal. Saat itu Raja Belanda adalah Loudeijk Napoleon, kepanjangan tangan Napoleon Bonaparte di Belanda.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Berikutnya, setelah penaklukan Jawa oleh Inggris, Thomas Stanfrod Raffles berkuasa di Pulau Jawa. Penjajahan Inggris dimulai.

Tata kota Belanda tak kenal yang namanya trotoir. Tidak ada jalur khusus pejalan kaki yang memisahkan gedung dengan badan jalan. Contoh ini tak bisa lagi dilihat di Kota Tua Batavia, tapi bisa ditemukan di beberapa kota lainnya di Indonesia.

Daendles, dengan segenap pengaruh Prancis, memperkenalkan trotoir -- kata dalam Bahasa Prancis yang diindonesiakan jadi trotoar. Mulailah ada jalur pejalan kaki di sisi jalan, yang lebih tinggi dari badan jalan untuk melindungi pejalan kaki dari serudukan kereta kuda.

Trotoir di Batavia kali petama dibangun di Weltevreden, ibu kota Hindia Belanda yang dibangun Daendles untuk menggantikan Oud Batavia yang nggak sehat. Namun trotoir tertua di Jakarta adalah di Pasar Baru.

Daendles pergi Inggris datang. Raffles memberi sentuhan lain bagi kota-kota di Pulau Jawa. Bangunan toko-toko di jalan-jalan di Batavia dirombak, terutama di Pancoran dan Molenvliet Oost dan West; kini Jl Hayam Wuruk dan Gadjah Mada.

Jalur pejalan kaki menjadi bagian toko, tapi lebarnya lima kaki (five foot). Foot, atau kaki, adalah satuan ukuran di Inggris. Lima kaki berarti 1,6 meter.

Sebagai bagian dari ruko, five foot way atau jalur lima kaki, melindungi pejalan kaki dari hujan dan terik matahari. Ini masih bisa dilihat jika kita ke kantor koran Pos Kota dan di deretan toko-toko di Jl Hayam Wuruk dan Jl Pancoran. Itulah five foot way, atau jalur kaki lima.

Semula pedagang bergerombol di bawah pohon, karena itu satu-satunya cara terhindar dari terjangan kereta kuda. Setelah five foot way diperkenalkan, pedagang mendekat ke jalur lima kaki dan akhirnya menginvasi.

Invasi terjadi kali pertama saat hujan. Itu berulang-ulang, sampai akhirnya pedagang mapan di jalur lima kaki. Maka, lalu-lalang orang tersendat.