Budaya

Humor Dakwah 'Sersan' Krisna Purwana: Nabi Itu Humoris?

H. Muhammad Krisna Purwana .
H. Muhammad Krisna Purwana .

Oleh: Akmal Nasery Basral. Sosiolog & Penulis

“NABI itu humoris,” ujar H. Muhammad Krisna Purwana kepada saya usai kami salat Zuhur di Masjid Silaturahim, Taman Laguna, Cibubur, Rabu kemarin (6/4). “Satu ketika seorang nenek datang dan meminta Nabi berdoa kepada Allah agar dirinya bisa masuk surga. Nabi menjawab bahwa surga tak bisa dimasuki nenek-nenek. Perempuan tua itu nyaris menangis mendengar jawaban itu. Lalu Nabi tersenyum dan menjelaskan bahwa mereka yang masuk surga akan kembali muda.Tidak ada kakek-nenek di dalam surga. Mendengar itu wajah sang nenek kembali riang gembira.”

Krisna Purwana—saya memanggilnya Bang Krisna--adalah ‘sersan’ abadi yang tak pernah naik pangkat jadi kapten apalagi jenderal. Dia salah komedian kawakan pendiri Sersan Prambors, grup sohor yang mendominasi jokes ‘anak gedongan’ di tahun 80-90’an. Sersan adalah kependekan dari "Serius Santai".

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Mereka terdiri dari “lima-urat-lucu-yang-terperangkap-dalam-bentuk manusia” yakni Sys NS, Pepeng (Ferrasta Soebardi), Nana Krip, Muklis Gumilang, dan Krisna. Dari mereka berlima, tiga orang sudah wafat. Pepeng yang pertama wafat di tahun 2015, Sys NS tiga tahun kemudian, dan Nana setahun berikutnya. “Di antara saya dan Muklis, hanya saya yang masih tetap siaran sampai sekarang,” ujar penyiar radio dakwah Radio Silaturahim (Rasil) dan Rasil TV itu.

Sebetulnya, saya datang ke Rasil diundang sebagai narasumber untuk buku terbaru Serangkai Makna di Mihrab Ulama tentang kisah hidup Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah yang populer disebut Buya Hamka (1908-1981). Yang mewawancarai Bang Krisna sendiri. Sebuah kehormatan besar diinterviu sang legenda.

Karena itu setelah wawancara selesai, saya merasa mubazir jika langsung pergi tanpa menggali ilmu dan pengalaman dari Bang Krisna yang bisa juga disebut sebagai salah seorang komika ( stand-up comedian) terbesar tanah air.

Apalagi kami satu alma mater dari SMAN 8, Taman Bukit Duri, Jakarta, meski terpisah satu dekade. “Seharusnya saya angkatan tahun ’76. Tapi karena nggak naik kelas, jadi angkatan ’77. Nikmat lho tidak naik kelas itu Uda Akmal,” katanya jenaka sambil tetap memanggil saya ‘uda’ meski saya jauh lebih muda.

“Di mana nikmatnya, Bang?” tanya saya gagal paham.

“Salah satu nikmat nggak naik kelas itu jadi banyak teman tambah selain pengalaman di SMA lebih lama, hahaha ...,” gelaknya. Eh, betul juga! ????