Budaya

Harta Karun Mazni Harun: Sejuta Sajadah dan Sejuta Bibit Tanaman Buah

Sujud di atas karpet sajadah masjid.
Sujud di atas karpet sajadah masjid.

Oleh: Akmal Nasery Basral, Sosiolog dan Penulis

MASIH ingat nama Rifo Darma Saputra? Kisah penggagas program Sejuta Sajadah dan Sejuta Bibit Tanaman Buah ini saya tulis sebagai topik SKEMA (Sketsa Ramadhan) lima hari lalu (Rabu, 6/4). Setelah tulisan itu menggelinding di dunia daring, sejumlah komentar dan tanggapan positif datang beriring. Respon dari penyair kawakan D. Zawawi Imron dan Brigjen (Purn) Mazni Harun merupakan dua japri terpenting.

Abah Zawawi—begitu saya biasa menyapa penyair Madura ini—mengirimkan sebuah sajak rancak berjudul “Sajadah Rifo”. Karya itu saya teruskan kepada pemilik nama, membuat Rifo terkesima, tak menyangka seorang penyair besar menulis sajak khusus baginya. (Puisi Abah Zawawi saya tampilkan utuh di akhir tulisan agar bisa dinikmati pembaca lebih luas lagi).

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Sementara Mazni Harun, 73 tahun, mengomentari: “Masya Allah, ada anak muda yang luar biasa. Sudah saya sebarkan,” tulis mantan Komandan Kontingen Garuda XIV/4 yang bertugas di Yugoslavia sebagai pengamat militer dalam UNPROFOR ( The United Nations Protection Force), 1994-1995. Chat kami melesat, saling berbalasan selama beberapa saat, sebelum kesimpulan akhir diikat: rencana buka puasa bersama pada Ahad. Kebetulan sejak pandemi menggulung dunia, kami belum pernah bertemu muka untuk bertukar cerita.

Maka kemarin (10/4) di tengah rinai gerimis, sejak jam 2 siang saya sudah duduk di ruang tamu rumah beliau di kawasan Cimanggis. Saya tidak sendiri melainkan bersama Rifo dan Ricardi S. Adnan, Associate Professor Sosiologi UI, yang memperkenalkan Rifo kepada saya sejak awal tahun. Dalam sekejap teranyam bincang akrab. Apalagi setelah terdeteksi seorang paman Ricardi adalah kakak kelas Pak Mazni saat keduanya menjadi siswa SMP di Sumatra Barat. Keajaiban video call mewujudkan komunikasi kedua senior citizens yang sudah lama tak terbuhul. Berkah Ramadan di era digital yang mengagumkan betul.

Obrolan selanjutnya mengancik ke topik utama. Saya menyilakan Rifo menjelaskan latar belakang gagasan program Sejuta Sajadah dan Sejuta Bibit Tanaman Buah yang sudah dijalankan untuk masjid dan musala di Sumbar dalam setahun terakhir dan program perdana di Nusa Tenggara Timur (Kab. Alor) bulan lalu.

“Saya ingin melihat sajadah-sajadah baru yang bersih dan wangi di rumah ibadah, sementara lingkungannya hijau nyaman dengan tanaman lemon California, kelengkeng dan mangga yang punya nilai ekonomi tinggi setelah berbuah sehingga bisa menambah kas mereka selain dari infak dan sedekah yang biasa diberikan jamaah,” ujar Rifo.

Sesekali Pak Mazni yang kelahiran Bukittinggi menanyakan satu-dua hal untuk memperdalam informasi kepada Rifo. Setelah itu jemari tangan mantan Komandan Resimen Arhanud 1 tersebut menari-nari di atas tuts ponsel. Pandangannya tertuju pada layar gawai selama mengetik, sebelum akhirnya menatap kami bertiga. “Saya baru kabari Pak Doni Monardo dan Pak Burmalis Ilyas tentang program Rifo ini, semoga mereka mendukung. Pak Doni punya bibit tanaman yang banyak dan Pak Burmalis sebagai tokoh Diaspora Minang bisa menggerakkan para perantau Minang untuk berpartisipasi dalam setiap program yang membangun kampung halaman,” katanya.

Letjen (Purn.) Dr. (H.C). Doni Monardo adalah purnawirawan TNI yang moncer saat menjabat Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di awal pandemi. Lelaki berdarah Tanah Datar ini selalu menunjukkan kepedulian terhadap lingkungan yang tinggi dengan banyak menanam pohon. Misalnya dalam program penguatan mitigasi bencana gempa bumi dan tsunami berbasis vegetasi di wilayah Pantai Cemara Sewu, Cilacap, Jawa Tengah, pada April 2021.

Mantan Danjen Kopassus itu menanam tiga bibit pohon istimewa—butun, palaka, dan pule—yang cocok untuk kawasan pantai dan dibawa dari Pulau Seram. “Kita tidak mungkin pindah ke bulan atau planet lain. Selain itu, kita juga tidak boleh egois. Sebab bumi yang kita pijak adalah milik generasi anak cucu kita. Jadi, menanam pohon hari ini, kita dedikasikan untuk anak cucu kita,” katanya.

Sementara Burmalis Ilyas sebagai Direktur Eksekutif Minang Diaspora Global Network (MDGN) sudah menunjukkan tajinya dalam merenda persaudaraan perantau Minang. Salah satunya mewujudkan keinginan masyarakat Minang di Sydney, Australia, dalam membeli bangunan seluas 450 meter persegi di daerah industri di Gartmore Ave Bankstown. Properti itu dibeli seharga 1,5 juta dolar Australia itu (sekitar Rp. 15 miliar) dan sejak 27 Januari 2021 resmi bernama—dan difungsikan sebagai--Surau Sydney Australia.

Ini bukan tugas mudah karena banyak pihak terlibat. Di Sydney saja ada tim pengurus yang diketuai Novri Latif dan koordinator fundraising Nirwan Kamaruddin. Sementara dari Indonesia melibatkan sejumlah tokoh nasional seperti Profesor Fasli Jalal, Profesor Jurnalis Udin, sampai Sandiaga Uno--untuk menyebut beberapa nama. Dengan bekerja sama tak ada yang tak bisa dicapai bahkan di saat pandemi membadai.