Kepartaian dan Konstitusi
Oleh Ridwan Saidi, Politisi Senior, Sejarawan, dan Budayawan Betawi.
Maklumat No X November Th 1945 dikeluarkan oleh Wakil Presiden tentang berdirinya partai-partai.
Masyumi termasuk yang pertama mendaftar di samping partai dengan nama-nama lama seperti PNI dan PSII.
Sumber utama keuangan partai adalah iuran anggota. Setahu saya sampai dengan tahun 1958 iuran anggota berjalan lancar. Juga ceramah-ceramah tokoh partai berbayar secara ikhlas. Di pintu masuk acara petugas partai kutip sumbangan dengan imbalan brosur atau majalah terbitan partai.
Tokoh-tokoh partai rata-rata berkualitas, index kecerdasan OK, mereka juga piawai dalam retorika, dan ada juga di antara mereka yang pandai menulis.
Tokoh-tokoh partai umumnya hidupnya sederhana. Yang mereka tampilkan kepribadiannya yang patut diteladani.
Kebanyakan mereka berlatar pendidikan Belanda. Menghadapi executive mereka sopan tapi tidak minderwardigheids complex alias culun.
Saya tak ingin membandingkan dengan kualitas elite kepartaian produk reformasi. Tak ada gunanya.
Mungkin yang diabaikan elit politik masa lalu adalah tradisi musyawarah dalam mayor power system di banyak kerajaan sejak XIII M.
Musyawarah pemangku adat, atau Juru Pengambet dalam tradisi kerajaan Sunda, lebih tinggi kekuasaannya dalam menentukan pengganti raja. Ini yang founding fathers rujuk ketika merumuskan peran MPR dalam konstitusi 1945, tak lepas dari akar sejarah.
UUD 1945 sebagaimana ditetapkan PPKI tanggal 18 Agutus 1945 dan diundangkan dalam Berita Negara Januari 1946 rechtlijk, OK.
UUD 45 dengan 4 x perubahan system ketok magic ditolak pengundangannya dalam Lembaran Negara karena cara menyusunnya onrechterlijk. Pihak berwenang dalam alasan penolakanmengundangkan UUD yang alami 4 x vermakt itu, karena format tak dikenal. Artinya, mereka yang mengubah patut diragukan pengetahuannya tentang rechtsvorming.
Beberapa ahli HTN dengan amat jenaka mengatakan, tidak masuk Lembaran Negara tetap laku. Pemberlakuan hukum dan konstitusi sejak Code Hammurabi XVIII SM ada aturannya, Bro...!
Secara rechtsbeginsel, kaidah hukum, dapat saja dipersoalkan, apa pengendalian Indonesia di era reformasi merujuk konstitusi. Konstitusi yang mana?