Politik

Konstitusi Punya DNA Otoritarianisme dan Rakyat Terobsesi Paham Satrio Piningit

Diskusi berajuk 'Bicara Buku dengan Wakil Rakyat', Jumat siang 30 Agustus 2024. Anggota DPD Dr Abdul Kholik dan Pakar Hukum Tata Negara dan anggota DPD Prof. Dr. H. Jimly Asshiddiqie, S.H., M.H dibahas juga mengenai perlunya kebaruan konstitusi Indonesia agar negara tidak terjebak dalam otoriarianisme.

Senator DPD asal Jawa Tengah Dr Abdul Kholik mengatakan saat ini baik konstitusi, parlemen, dan rakyat mempunyai masalah atau ketimpangan serius. Akibatnya wajar bila saat ini terjadi banyak masalah ketimpangan.

‘’Konstitusi punya masalah serius yakni punya DNA otoritarianisme. Maka reformasi konstitusi harus dilakukan karena banyak ide baru dan masalah muncul sejak 1998 sampai sekarang,’’ kata Abdul Kholik, dalam diskusi bertajuk ‘Bicara Buku Dengan Wakil Rakyat’ di Gedung Parlemen, akhir pekan lalu, 30 Agustus 2024.

Melihat kenyataan ini, lanjut Kholik, ke depan diharapkan bisa kebih tegas memberikan sebuah solusi melembagakan Trikameral secara fungsional. Ini terkait misalnya agar DPR dan DPD difungsikan setara khususnya pada kewenangan terkait otonomi daerah dan hubungan pusat daerah, serta pengelolaan sumber daya manusia.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Selain itu, melalui reformasi konstitusi naka nantinya MPR dapat melembagakan laporan kinerja tahunan pelaksanaan haluan negara oleh eksekutif, legisltaif (DPR dan DPD), yudikatif (MA, MK, KY) dan BPK,

‘’Maka nantinya implementasinya menjadi adanya haluan negara, kemudian RAPBN atau APBN. Kemudian pada soal program dilakukan DPD dan Presiden. Sedangkan anggaran dan program dilakukan oleh DPR dan Presiden,’’ujar Kholik.

Selanjutnya, reformasi konstitusi itu akan membuat penegasan produk legislasi dalam kategori baik yang merupakan norma fundamental dan instrumental. MPR difungsikan sebagai pengikat sistem ketatanegaraan (pemerintahan) melalui pemberlakuan haluan negara. DPR dan DPD kemudian difungsikan sebagai pelaksanaan haluan negara melalui pembentukan undang-undang penganggaran dan pengawasan.

Sementara mengenai problematika parlemen Indonesia, Kholik menyatakan seharusnya sebagai etalase suatu negara parlemen memang menjadi tumpuan dan ciri berjalannya demokrasi. Akibatnya proses pengambilan keputusan di parlemen dapat dipengaruhi oleh publik secara langsung. Ini karena parlemen itu berbeda sifatnya dengan eksekutif dan yudikatif yang memang tertutup.

Maka penerapan ‘distribution of power’ berdampak pada eksekutif, juga terlibat dalam pengambilan keputusan di parlemen. Jadi nantinya amandemen konstitusi mengarah pada parlemen bikameral, namun fakta kelembagaannya Trikameral, MPR, DPR, dan DPD.”Jadi konstitusi kini menjadi semakin penting di reformasi sebab dalam banyak kajian dan penelitian memang mempunyai DNA otoritarianistik. Dari akibat kenyataan ini akan membuat negara menjadi rawan penyimpangan demokrasi.”