Pembantaian Ulama, Santri, dan Pesantren di Madiun 1948 Akar Konflik Islam Vs PKI

Sejarah  
Keterangan foto: Pengasuh Pondok Pesantren Sabilil Mutaqin (PSM) Takeran, Madiun, KH Zakaria.
Keterangan foto: Pengasuh Pondok Pesantren Sabilil Mutaqin (PSM) Takeran, Madiun, KH Zakaria.

Maka tak ayal lagi, Pesantren Takeran menjadi ajang pembantaian anggota Masyumi oleh PKI. Jejak ini terlacak pada daftar nama dan identitas alfliasi politik para korban yang tewas dengan cara dimasukan ke dalam sumur yang berada di tengah perkebunan tebu. Nama-nama korban ini kami dapat dari arsip yang tersimpan di Belanda yang dikumpulan DR Suryadi yang kini mengajar di Universitas Leiden.

Menurut Suryadi, sumber arsip dari nama-nama orang Masyumi yang menjadi korban dalam peristiwa Pembrontakan PKI Madiuan pada 1948 itu berasal dari artkel yang dimuat dalam majalah Aliran Islam. Suara Kaum Progresif Berhaluan Radikal No. 52, Tahun Ke VII, September 1953: 30, 31). Ejaan disesuaikan, tapi nama-nama orang, jabatan, dan tempat ditulis sebagaimana aslinya. Angka dalam tanda ‘{ }’ merujuk pada halaman asli majalahnya. (catatan tambagan, Mdn = Madiun; Mgt =Magetan).

Sepuluh dari lebih dari seratus korban pembantaian itu adalah:

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

No Nama Tempat Keterangan

1 Kjahi Barokah Uteran Madiun dibunuh

2 Kjahi Zuber Sewulan Madiun (Mdn) dibunuh

3 H. Sidik Prambon Mdn dibunuh

4 Kjahi Abdulmalik Sewulan Mdn dibunuh

5 Kjahi Soelaiman Effendi Modjopurno Mgt (Magetan) dibunuh

6. Kjahi Imam Moersid Takeran (Mdn) dibunuh

7. Kjahi Noor Takeran Mgt dibunuh

8 Ardaba (santrIi) Takeran Mgt dibunuh

9. Kjahi Dimjati Ngumpak dibunuh

10. Kjahi Koermen Katerban dibunuh

............... Daftar korban ini sampai 55 orang.

Adanya warisan perseturan antara umat Islam dengan komunis yang dimulai pada 1920-an dan kemudian meledak di Peristiwa Pemberontaan PKI di Madiun pada 1948 inilah dicatat oleh sejarawan Australia sebagai sebuah warisan terbangunnya antipati santri-abangan yang pada waktu selanjutnya. Bahkan situasi ini kemudian makin dipertegas dan dipupuk dalam persaingan partai politik selanjutnya.

Warisan peristiwa berdarah pembantain umat Islam di Madiun tersebut menurut Ricklefs mulai semenjak itu berimbas pula ke angkatan darat. Mereka mulai secara penuh memandang PKI sebagai musuh karena dianggapnya menusuk Revolusi dari belakang ketika keadaan tengah genting-gentingnya oleh upaya Belanda untuk kembali masuk ke Indonesia.

“PNI (kemudian,red) berada dalam posisi ambigu dalam persaingan ini. Para pemimpin dan kinstituen abangannya tidak tertarik pada Masyumi, mungkin karena agenda Islamisasi di dalamnya, tetapi mereka juga menjadi sasaran tindakan kekerasan PKI. Tahun-tahun berikutnya, PNI berusaha mengikuti arah angin politik, sebagaimana partai-partai lain, tetapi dengan sedikit banyak mengorbankan ideologi atau tujuan utamanya,’’ demikian tulis MC Riclefs dalam bukunya ‘Mengislamkan Jawa’.

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image