Tujuh Tantangan Besar Indonesia 2023: Kepemimpinan Ideal

Politik  

Dalam Islam, sifat pemimpin itu disebutkan ada 4 yang dasar, yakni 1) Kejujuran (Siddiq), 2. Melakukan sesuatu yang diamanatkan (Amanah atau Trust), 3. Menyampaikan kebenaran (Tabligh atau Show the way), 4. Cerdas

Baik ciri-ciri karakter atau sifat yang dikenalkan para psikolog maupun menurut agama Islam di atas, dapat melihat atau mengukur sosok pemimpin dari sisi internal, atau sosok kepribadiannya. Pemimpin tidak amanah misalnya, berbahaya karena dapat membelokkan amanat penderitaan rakyat menjadi bisnis keluarga atau kroni. Ini umumnya terjadi di era Suharto dan sesudahnya. Pada era Sukarno, ambisi-ambisinya untuk menjadi pemimpin besar, seperti istilah Fuhrer untuk Adolf Hitler, yang tidak terkontrol, juga merupakan pelanggaran amanah.

Margareth MacMillan, Oxford University, dalam World Economics Forum, 2017 memberikan catatan tentang perangkap yang selalu ada dalam kekuasaan. Perangkap itu antara lain ketika sang pemimpin terperangkap oleh propaganda yang dia buat sendiri dan ketika sang pemimpin tidak sensitif kapan waktunya turun tahta. MacMillan juga mencatat bahayanya seorang pemimpin jika "kurang mau mendengar" masukan. Kejatuhan seorang pemimpin maupun melenceng dari arah yang benar, awalnya terjadi karena menutup diri dari saran atau nasihat lingkungan politiknya.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Tantangan terbesar Bangsa Indonesia sampai saat ini adalah korupsi dan perangkap feodalisme. Kepentingan publik, ruang publik, asset publik dan segala yang bersifat publik dibajak untuk memenuhi interest pribadi dan atau keluarga. Bahkan, kekuasaan dan power saat terkahir ini, secara kasat mata, digunakan juga untuk mendelegitimasi upaya penangan korupsi oleh KPK. Feodalisme sendiri terkait upaya -upaya mewariskan kekuasaan berdasarkan keturunan, bukan ukuran kepantasan. Penggunaan 11.000 aparat negara menjaga perkawinan anak presiden, seperti baru-baru ini terjadi, juga ada contoh kekonyolan sifat feodalistik pemimpin.

Korupsi dan feodalisme merupakan tantangan internal. Namun, tantangan eksternal berasal dari perubahan geopolitik, recovery paska pandemi Covid-19 dan perubahan teknologi. Lima tahun lalu, World Economics Forum, 2017, misalnya melihat tantangan geopolitik, berupa perang dagang US vs. RRC serta industri 4.0, sebagai "driving factors" arah dunia, namun saat ini kita sadari yang terjadi bukan lagi perang dagang, tapi telah terjadi perang fisik di Ukraina, antara Russia yang didukung RRC, Korea Utara dan Iran versus Amerika dan barat, serta adanya potensi perang di Laut China Selatan antara blok Amerika vs. RRC.

Perang dagang dan perang fisik ini merupakan katastropik alias malapetaka besar bagi dunia, termasuk Indonesia. Pemimpin Indonesia ke depan harus menghitung secara teliti dan sungguh-sungguh posisi dan keterlibatan Indonesia dalam geopolitik itu. Kita tidak hidup di ruang hampa, seolah-olah bisa mengisolasi diri atau memberikan propaganda nasionalisme semu kepada rakyat. Sejarah memperlihatkan ketika Belgia menyatakan netral dalam perang dunia kedua, Hitler langsung menyerbu Belgia. Seberapa kuat kita sebagai sebuah bangsa saat ini? Apakah perpecahan yang direkayasa selama sepuluh tahun terakhir, yang saya yakin dimotori kaum oligarki, mampu membuat benteng kebangsaan kita dalam dunia yang bergolak?

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image